Senin, 13 Februari 2012

cerpen yayang

Dua sahabat
untuk kojofi 'mawarta'
Sejak kecil Amir dan Dullah bersahabat,hingga kebanyakan orang menganggap bahwa mereka bersaudara kandung. Dari TK sampai SD mereka selalu bersama, belajar bersama, hingga kemanapun mereka bersama. Suatu saat Amir diejek teman-temannya, Dulla yang membelanya. Kalau Dulla sakit, Amirlah yang setia merawatnya sampai sembuh total. Amirlah yang mengajarkan Dulla mengaji, ceramah,bergaul. Pokoknya dimana ada Amir disitu ada Dulla. Usia Amir lebih dua tahun dibandingkan Dulla.
Disuatu senja Dulla duduk sendirian di bawah pohon ketapang dekat pantai tanpa ditemani Amir,tatapannya kosong. Selama ia bersahabat dengan Amir baru kali ini ia begitu marah dengan sahabatnya itu. Hatinya sangat kecewa dengan sikapnya Amir yang dengan sengaja datang bertamu di rumahnya Siti. Siti adalah gadis desa yang sangat cantik dan berperangai baik. Siti menjadi bunga desa, dan Dulla begitu menyukai Siti dan rencana ingin meminangnya. Tapi Amir dengan tega menyakiti hatinya. Akhir-akhir ini Amir sering mengunjungi Siti dan saling bercanda dengan ayah dan ibunya.
Dikejauhan seorang pria bersahaja datang mendekatinya dengan memakai baju koko dipadukan dengan sarung Donggala, dialah Amir. Begitu Dullah mengetahui Amir yang datang, ia langsung memalingkan mukanya, dengan begitu tidak ingin ia bersua dengan kawan lamanya itu, yang telah menemaninya dalam suka duka, yang selalu membantunya dikala ia dalam keadaan kesusahan..
“assalamualaikum sahabatku”sapa Amir.
“wa’alaikumsalam”jawab Dullah.
“Dulla, dari tadi aku mencarimu dan ternyata kamu di sini, aku ingin mengabarkan suatu berita padamu, kemarin aku bertemu dengan seorang gadis sholeh di kampung ini dan namanya adalah Siti…ya Siti Mutmainnah..nama yang begitu indah kan?”kata Amir pada Dulla.
“ohh,aku sudah lama mengetahuinya, waktu Siti ke Mushollah”kata Dulla menjelaskan.
“kenapa kau tidak pernah cerita padaku?”tanya Amir dengan polos.
“tak ada pentingnya untuk diceritakan”jawab Dullah singkat.
“bukankah selama ini kita sering membahas persoalan yang tak penting?”tegas Amir mengagetkan Dullah.
“malas saja aku untuk cerita padamu”ucap Dulla.
“apa yang terjadi denganmu, apakah kau sakit atau ada masalah?”tanya Amir penuh perhatian.
“begitu malasnya aku bicara saat ini kawan..entahlah apa yang terjadi denganku”kata Dullah dengan nada serak.
“ngomong-ngomong kamu sudah lama ya duduk sendirian di sini dan sepertinya ada yang kau pikirkan?”Amir menduga.
“memikirkan sesuatu hal yang perlu dipikirkan, suatu hal yang sangat menyakitkan hati, membuat hatiku menjadi remuk”jawab Dulla dengan mata berkaca-kaca.
“hal apa yang membuat hatimu menjadi remuk, siapa yang berani menyakitimu?”tanya Amir heran.
“saat ini aku tidak mau bicara banyak, tolong tinggalkan aku sendirian di sini”pinta Dulla penuh harap.
“sahabatku tidak boleh kau bersikap seperti ini, kalau ada masalah diceritakan, bukankah selama ini kalau ada masalah kita selalu berbagi, baik manis maupun pahit dan kalau ada yang kau pinta dariku selama itu membuat kau bahagia aku akan memberikan, aku tidak ingin kau seperti ini. Atau kau masih punya hutang pada seseorang? Katakanlah aku pasti membantumu atau aku punya salah padamu? Kalau aku salah maafkan aku”tanya Amir tak mengerti.
“tolong tinggalkan aku, aku ingin sendirian”pinta Dulla untuk kedua kalinya.
“baiklah kalau itu maumu, untuk sekarang aku akan meninggalkanmu sendirian di sini, nanti kalau sudah tenang hatimu..kau harus ceritakan padaku”ucap Amir.
“iya”ucap Dulla
“oh ya malam ini aku akan berkunjung ke rumahnya Siti, orang tuanya mengundang aku untuk makan malam di rumahnya, maukah kau menemaniku?”ajak Amir.
“aku tidak punya waktu, aku sibuk”kata Dulla.
“kalau besok aku diundang untuk mengisi tak’lim di desa sebelah, aku minta tolong padamu untuk menemaniku”pinta Amir sambil menatap sahabatnya.
“maaf Amir, aku tidak punya waktu”kata Dulla.
“baiklah aku pergi”ucap Amir diiringi salam.
Dulla menatap sahabatnya itu pergi. Memang Amir tidak tahu kalau ia begitu menyukai Siti, sudah lama ia dan Amir tinggal di desa ini, sejak mendapat tugas dari ustadz enam bulan lalu untuk berdakwah. Siti dan keluarganya adalah pendatang baru dan baru sebulan mereka tinggal di sini. Ya Tuhan Siti begitu cantik, bagaimanapun juga aku akan berusaha mendapatkanya, bisik Dulla dalam hati.
Sudah seminggu mereka berdua tak bertemu. Dulla berusaha untuk tidak berjumpa dengan Amir, dan Siti memang seorang wanita yang cerdas,soleh,menutup aurat. Baru sebulan Siti tinggal dikampung ini sudah dikenal di mana-mana sampai masyarakat di desa tetangganya cukup mengenalnya. Dan setiap sore Siti pergi mengajar mengaji di sebuah surau, malamnya ia mengisi pengajian ibu-ibu. Tiba-tiba Dulla melihat Amir sedang berbicara dengan Siti bersama orang tuanya sambil tertawa. Betapa hancur hatinya sehingga air matanya jatuh satu-satu. Oh…Amir kenapa kau tidak mengerti perasaanku.
Kabut menyelimuti hati Dulla, untuk kedua kalinya Dulla duduk di bawah pohon ketapang itu. Tiba-tiba datanglah Amir dengan raut wajah yang bahagia.
“bagaimana khabarmu petang ini sahabatku”tanya Amir padanya.
“kabarnya kabur”jawab Dullah dengan wajah tak dihiasi senyum.
“kabur bagaimana, kalau ada masalah jangan dikabur-kaburkan deh.”kata Amir semakin tak mengerti.
“ada yang sengaja mengkaburkan. Ya…teman makan teman”Dulla menarik nafas panjang.
“kau marah kalau sekarang aku dekat dengan Siti?”tebak Amir apa yang ada di dalam hatinya.
“jujur aku begitu cemburu. Entahlah…akhir-akhir ini aku begitu sedih”jawab Dulla.
“kau menyukai Siti?”tanya Amir.
“aku begitu menyukainya”tegas Dulla dengan mata berkaca.
“kenapa kau tidak mengatakan padaku?Amir mencoba menghiburnya.
“kau sengaja tidak tahu perasaanku, sebenarnya aku yang duluan mencintai Siti, aku yang pertama berjumpa dengan dia, aku sudah berniat untuk melamarnya, tapi kau dengan teganya mengambil dia dariku. Memang kau lebih alim, lebih bersahaja di bandingkan aku”ucap Dulla terbata-bata.
“he..he..he, kau begitu kekanak-kanakan”tawa Amir.
“kenapa kau tertawa, salahkah kalau aku menyukai Siti?”tanya Dulla dan tanpa sadar bola matanya menjadi basah.
“tidak salah, tapi berhentilah marah padaku”pinta Amir.
“aku sangat marah”tegasnya.
“lalu apa yang harus aku lakukan agar kau tidak lagi marah denganku?”tanya Amir.
“jangan kau mendekati Siti…aku begitu mencintainya”pinta Dulla penuh ingin.
“baiklah, kalau itu maumu. Tapi aku akan meninggalkan kampung ini, dan akan kembali ,mungkin ya mungkin sampai kau menikahi Siti. Semuanya akan aku lakukan demi persahabatan kita.Aku tidak ingin merusak hubungan kita hanya karena seorang wanita, dan aku yakin ia adalah jodohmu”ucap Amir dengan sedih.
“Amir…itu bukan solusi yang baik, aku hanya memintamu untuk mengalah,bukan memintamu untuk meninggalkan kampung ini, jangan kau tinggalkan aku sendirian, aku tidak punya teman lagi di kampung ini”.ucap Dulla.
“kan ada Siti”sanggah Amir.
“tidak sama dong”rengek Dulla.
“Siti itu orangnya baik,aku mengenalnya di tanah kelahiranku, teman sepermainanku sejak kecil”Amir mencoba menjelaskan.
“maksudmu?”tanya Dulla semakin tak mengerti.
“Siti adalah wanita yang sering aku ceritakan waktu kita di pasantren”kata Amir.
“Jadi, Siti…Siti…Siti itu?”ingat Dulla,
“iya yang hampir tiap malam aku ceritakan sewaktu kita di pondok”ucap Amir dengan senyuman.
“seorang gadis yang kau telah memberikan janji padanya?”tanya Dulla dengan wajah memerah.
“iya”ucap Amir dengan senyum.
“kekasihmu yang akan kau pinang?”tanya Dulla dengan perasaan malu.
“iya sobat”kata Amir.
“Siti…Siti…Siti…aku begitu malu”ucap Dulla sambil memeluk Amir sangat erat.
Ya Tuhan…maafkan aku, ternyata selama ini aku salah. Siti memang pantas untuk Amir.

Tidak ada komentar:

Posting Komentar