Kamis, 30 September 2010

Puisi Cinta Pertama

Cinta Pertama

Cinta pertama kita yang beretiket jantung merah masih kusimpan di dada
Walau kini aku tak lagi menapak jarak kita
Mungkin begitu gegas musim berganti
Lalu kita disihir awan-awan hingga lupa pada masa lalu

Tapi yang meluka di ingatanku adalah ciuman pertama
Di ruang tamu bercat merah jambu beraroma melati
Kita bagai sepasang kekasih yang melupa waktu

Andai Tuhan tak mengutus temanmu sebagai pengganggu
Tentu bibir kita tak ingat lagi bagaimana ludah bertemu

Denpasar, 22-24 September 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Cinta Pertama

Puisi Kusimpan Rinduku

Kusimpan Rinduku
:suandewi

1.
Di senja selepas jumpa kutemukan kau mengganjal bagai batu
Sedang khusuk menenun rambut yang sebelumnya telah lama kusut
Semenjak tuhan menitipkanmu pada rahim perempuan
Yang kemudian menjadi ibumu

2.
Katamu, sesal tak pernah melahirkan aku
Walau kerap memaksaku
Mencuri bianglala yang terpetakan melingkar
Senantiasa mencuatkan hujan rindu dari ratapan matamu

3.
Sempat kau tinggalkan wangi bibirmu di meja-meja kayu perpustakaan
Aku jadi ingat bagaimana aku merayumu sambil membaca buku
Untuk menyembunyikan malu yang meluap di mataku
Berkali-kali bibirmu melepas senyum namun tetap kusenandungkan ragu
“Adakah cinta yang membujuk kita untuk berada disana?”

4.
Laut telah sewangi tubuhmu, menelusup hidung dan menyemai riak di pikiran
Masuklah aku ke perut laut mencari arah labirin pikiranmu yang mengurai
Kerap kau celup di hulu sungai, berlari berkejaran dipacu arus, terendap di dasar laut
Entah kutemukan yang kucari sebelum matahari benar-benar menyengat kulit

Nangka Utara, Agustus-September 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Kusimpan Rinduku

Puisi Memoar

Memoar

Mengenangmu dalam sebingkai kenangan
Akan selalu membuatku iri
Pada waktu yang telah berlalu
Dan selalu ingin kuputar ulang nostalgia
Bertemu, lalu bercumbu di bawah rimbun pohon jambu
Hingga bibir kita merekah
Seumpama bunga padma di telaga
Aku ingat kata-katamu
Mengapa kita harus melakukan ini?
Karena kita saling mencintai
Karena kita berjanji menikah di suatu hari nanti
Pipimu memerah
Aku terkesima
Kita berdua basah dalam keringat

23 September 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Memoar

Puisi Journey

Journey

Seberapa jauh pun kita akan mencari
kita jumpai hanya sebagian dari kenangan
yang telah berlalu
membeku di lorong waktu
menyisakan gema di rongga dada
dan selalu muncul bila ada waktu
yang tiba-tiba meleleh di pikiran
terkadang menyumbat perasaan
mengganjal kita
untuk sementara.
Sampai kita sadar
bahwa kita begitu cepat berlalu.

Nangka Utara, 21/22-09-2010
(setelah menikmati film everything is illuminated)

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Journey

Puisi Nisbi

Nisbi

Sebelum kutanam julang menara
di ujung bukitmu yang ranum
menjelang hari sakratul
tak bosan kita mengutuk maut
dalam pentas kolosal tari setubuh
menggarap tiga belas episode nanar
berlatar lengking gagak
menyibak pekat langit

Bulan menciut
berlayar menjauh
bintang buta
malam dilangsamkan kutuk waktu

Berapa tamu memadat
panggung kita makin cadas dan bernafsu
menjilat tiap helai keringat yang gugur
kita pun kian culas membakar tenaga

Dan dia hanya menumpuk trenyuh
di balik mata berkabut
alih-alih beranjak tua
dan terlupakan
itulah kita nanti

September 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Nisbi

Puisi Yang Retak dan Yang Pecah

Yang Retak Yang Pecah

Ada kebingungan yang sungguh menjenggala
Teramat akut di dalam sini
Dan secawan getah tubuh pekat yang melekat
Juga sebaris doa sakratul berbias gema Tuhan
Namun engkau masih tak mempercayaiku
Padahal gejala telah membenih sekujur luka
Membuka sederet kenangan purba
Muasal dari segala candu ini bermula

Kita kunjungi Alengka
Kita datangi Dwaraka
Kita tarikan jilat api
Kita pentaskan demam
Hanya kian memapah sekarat jiwa

Denpasar, 25 September 2010

(Saniscara Umanis Watugunung-Hari Raya Saraswati)

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Yang Retak dan Yang Pecah

Senin, 27 September 2010

Puisi Patriarki

Patriarki

Namaku patriarki
Aku senang dan hobi menelanjangi hak-hak perempuan

Namaku patriarki
Aku berjalan dengan kaki menginjak-injak kesetaraan

Namaku patriarki
Sumur, dapur, kasur adalah doktrinasiku

Aku patriarki
Coba kau jabat tanganku
Karena kau tak akan bisa menjatuhkanku...

Bandung, Agustus 2004

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Patriarki

Puisi Terminal

Terminal

Wajah-wajah tak jelas memandang
Kepalanya panas disinari matahari
Matanya merah, otak meleleh

Jari-jari kondektur mengetuk jiwa penumpang
Tangan kekar supir membawa puluhan kepala
Menuju kepahitan dunia
Debu bawa serta aku duduk di sampingnya

Terminal Cianjur, medio Oktober 2003.

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Terminal

Puisi Pasti

Pasti

Roda pedati memang berputar
Waktu perlahan tapi pasti bergulir
Jarum jam pun berputar
Detik demi detik setia mengejar

Masa dan zaman berganti, berubah
Satu dan lainnya saling berganti

Kadang kita termukan suka, duka, dan kecewa
Tapi, itu semua pasti terjadi
Searah kita menuju TUHAN.

Jatinangor, Juli 2004

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Pasti

Puisi Matahari Baru

Matahari Baru

Terbit dengan terbata-bata, sekilas...
Resah, gelisah menatap hari kelabu...

Matahari baru, sedih dan lesu...
Kemarin dia tenggelam dan bercerita tentang bencana...
Matahari lama, tidur sudah tak berdaya...
Dia redup menyimpan sengsara...

Bandung, September 2004.

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Matahari Baru

Puisi Tanya

Tanya

Berpuluh-puluh, beratus bahkan beribu tanda tanya terbalik terus berkelebat di dalam otak-otak bebal manusia, yang kebanyak sulit mendapatkan jawaban rasional

Tanya adalah sebuah kebingungan manusia yang sebagai makhluk berakal tentu punya hasrat ingin tahu

Kenapa-kenapa-kenapa?
Bagaimana-apa-di mana-kapan-apa yang harus?

Kalimat umum yang sering dihujankan guna mengajukan satu per-ta-nya-an.
Sekali lagi, mungkin sulit dijawab...

Jatinangor, 2003

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Tanya

Puisi Tuhan Bermain Musik

Tuhan Bermain Musik, Semalam...

Alunan musik terdengar dari langit, semalam
Tak ramah nada yang dikeluarkan
Bising dan bergemuruh

Tuhan sedang bermain musik semalam
Ketika aku hampir terlelap dalam mimpi, tiba-tiba ia memainkan semua alat musiknya
Dentuman saut-menyaut
Tak berirama
Langit yang sudah tumpah, ditambah suara hentakkan tak henti-hentinya

Tuhan bermain musik semalam
Dan itu gratis
Hanya untuk kita

Jakarta, Januari 2010.

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Tuhan Bermain Musik

Sabtu, 25 September 2010

Puisi Surat 2

Surat II

Tidak perlu waktu lama
Tiga hari saja
Sebuah surat berwarna putih
Kecil
Tidak pakai pewangi
Seperti tulisanku

Heran
Suratku kembali
Ada apa?

Lemnya masih utuh
Masih rapi,
aku lihat alamatnya
betul alamatnya
aku buka
betul tulisanku
aku baca
betul kata-kataku
ada apa?

aku balik kertasnya
ada tulisan
bukan tulisanku
indah
hanya singkat saja
aku terima
Tidak ada apa-apa
Tanpa nama
Tapi aku tahu, tepukku berbalas

Siapa mau mendengar bahagiaku?

thediezone

03092010

Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Surat 2

Puisi Dua Bulan Dari Sekarang

Dua Bulan dari Sekarang

Dua bulan dari sekarang,
Hujan akan datang
Sangat dingin
Serupa musim kutub utara mampir di Indonesia

Dua bulan dari sekarang
Kemarau bakal hilang
Akan mengambang seperti hamparan kertas yang dibasahi segelas air
Kertas yang besar dengan air yang tak segelas

Nama kemarau menjadi tabu
Karena mentari dan matahari menjadikan awan hitam sebagai kelambu

Dua bulan dari sekarang,
Usahlah dikenang,
Kemarau dan musim hujan akan datang dan hilang

Dua bulan dari sekarang,
Ada dua bulan di satu malam
Bulanku
Bulanmu
Dengan bintang yang ternganga
Menjadi sejarah

thediezone

01092010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Dua Bulan Dari Sekarang

Puisi Surat

Surat

Biasa saja
Aku sengaja mengirimkanmu sepucuk surat
Bukan ingin disebut romantis
Bukan ingin memberimu kejutan
Semata karena aku malu
Aku gagu kalau di depanmu
Lalu, apa yang akan aku ucap jika di depanmu saja aku sudah begitu

Jangan terlalu diambil pusing
Ini hanya sepucuk surat
Tidak pakai pewangi
Tidak bertuliskan kata-kata puitis
Aku bukan penyair
Apalagi pujangga

Lihat kan, tulisanku saja jelek
Semoga bisa dibaca

Gadis, kita seperti sandal jepit. Kau kiri. Aku kanan. Tak akan bisa jika hanya sebelah. Kecuali untuk pengganjal meja. Aku hanya ingin berguna untukmu. Aku hanya ingin kita bersama, selamanya.

Maukah kau menikah denganku?

Jangan temui aku
Balas saja
Aku hanya malu

Dari
Seseorang yang begitu pemalu berkata cinta

thediezone

03092010

Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Surat

Puisi Satu Kali Saja

Satu Kali Saja

Satu kali saja selalu kau katakan itu padaku
Kemarin juga,
Bahkan kau hari ini merengek dengan tidak karuan seraya mengucap satu kali saja
Kulepas jua akhirnya

Seperti bah besar kau keluar, membawa apa saja, tak peduli apapun.
Kau bahkan tidak menenggangku, yang telah melepasmu

Dalam hati, janji-janji seperti yang sudah-sudah- meletup-letup kembali seperti magma panas
Hanya satu kali ini dan tak akan ada untuk esok.

Saat kau kembali menarik-narik lengan bajuku minta satu kali saja. Aku pasrah jua. Kemana janji-janji. Begitu gesit ka u merayu dengan rengekan satu kali saja itu. Aku kalah dengan kedipan satu kali saja itu.

thediezone

10052010

Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Satu Kali Saja

Puisi Menonton

Menonton

Suatu hari, kita pergi menonton
Tidak berdua, tapi bertiga dengan saudari kecilmu yang belum sepuluh tahun
Kita membeli dua bungkus popcorn , dan dua kaleng minuman, juga sebungkus chiki untuk si manis
Kita duduk di depan sekali,
Kau, aku dan saudari kecilmu menengahi

Layar tersingkap
Ada sekumpulan orang gila di rumah sakit jiwa,

Mereka sibuk dengan kegilaan masing-masing
Mereka tertawa dan menangis tanpa beban
Mereka berbicara sendiri
Kau juga tertawa melihat tingkah mereka
Tapi, aku tidak bisa,
Aku terpana melihat tawamu

thediezone

01092010

Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Menonton

Puisi Dua Cangkir Teh Di Suatu Senja

Dua cangkir teh di suatu senja

Dua cangkir teh penuh di atas meja
Tanpa teko.
Tanpa persediaan gula jika kau merasa teh buatanku kurang manis
Nikmati saja, ya
Kau tahulah siapa aku

Kau datang bertamu di suatu senja dengan canda yang merona di tepi-tepi bibirmu
Aku baru saja hendak ke kedai nasi, membeli sebungkus penganan makan malam
Kau datang,
Aku hanya terpana
Ada apa?
Kau bilang Tak ada. Hanya ingin bertemu saja
Seketika kemilau kembang api malam lekas bergeliat di udara
Cantik dan indah

Seperti kehadiranmu di rumahku.

thediezone

13082010

Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Dua Cangkir Teh Di Suatu Senja

Puisi Pasir

Pasir

Bagai sebutir pasir di antara gundukan pesisir.
Tersapu ombak
Tertelan hiu ganas
Keluar melalui kotoran
Lalu terombang-ombing tanpa arah

Pasir-pasir
Kena mata
Pedih bukan main,


Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Pasir

Puisi Ada Ada Saja

Ah,

Ah, masa depan telah menunggu dengan bunga rampai yang harum di atas kasur-kasur. Bersiap-siap mendekap dengan tangan panjang yang terkembang dan bahu lebar yang empuk. Namun, mengapa aku masih santai saja di atas keremangan. Antara maju atau mundur. Di sela jalan atau malah berhenti sama sekali.

Ah, sungguh hebat badai kebimbangan yang mendera, hingga tekad kokoh yang telah kutanam dan sekarang tumbuh besar, seketika rubuh mencium kekalahan. Sia-sia saja benih keyakinan yang kusemai. Harap yang kuikat dengan kuat, lepas begitu saja. Entah ikatnya yang longgar atau malah talinya yang rapuh.

Ah, masa depan dengan keyakinan yang telah rubuh. Akankah berbuah ranum. Berlinang bersinar. Mengundang decak iler para kalong. Membalas budi alam yang telah dengan ikhlas menumpangkan akarku untuk bersipacik.

Ah, mana mungkin. Hingga kinipun, umpatku tak pernah lepas dari bibir. Jengahku masih saja tertawan di dasar hati.

Ah, lalu apa? Aku begini adanya. Ribuan rencana tapi selalu tak ada kerja. Akankah menuai, jika menyemai hanya dalam mimpi?

Ah, ada-ada saja. Orang gila.


Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Ada Ada Saja

Puisi Seperti Senyummu

Tapi Seperti Senyummu

Saat rembang mengalih wajahmu nan coklat menjadi kemerah-merahan
Dalam sudut paling sunyi, kusenyap rindu untuk mendekati nadimu,
Merasakannya bergetar, adakah gugup dengan dentuman yang tak biasa?
Kuresap nafasmu untuk beberapa saat lamanya, kemudian ku biarkan mentari mengubah wajahmu nan kemerah-kemerahan menjadi coklat tua kembali.

Pasir-pasir ramai itu menyaksikan kita mengejar ombak. Tapi mereka hanya diam, membiarkan kita disapu basah oleh air laut asin. Mereka tersipu ketika kita sama-sama malu.

Dan kau tertawa sangat manis, ketika mendapatiku jatuh terkaget diserempet riak besar.

Ah, sore itu manis sekali kau rupanya.

Seperti mimpi semalam yang merayap tanpa diundang, namun aku ingin dia datang lagi, membawamu dalam kereta kencana yang ditarik kuda poni putih. Kau tersenyum seperti di pantai saat ini.

Ah, ternyata memang manis sekali kau rupanya. Ku kira hanya dalam mimpi.

Salah juga otak memberi ruang untuk prasangka bersarang. Bodoh saja hati mau membagi kamar dengan segala duga tak berupa. Jika ada bunga mawar merekah di tangan, kenapa aku selalu melihat durinya, lalu berpikir untuk memiliki bunga plastik saja.

Ah, ternyata kau adalah bunga mawar merah yang memang sedikit berduri.

Dan kau tahu, durimu manis sekali, bukan seperti gula, bukan seperti manisan, tapi seperti senyummu.

thediezone

10052010

Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Seperti Senyummu

Puisi Umpama

Umpama

Baru kali ini aku punya rindu
Bertandang ke ruang hati
Semisal Qais
Seperti Romeo
Aku patah di rimbun-rimbun daun
Angin kecil gelak sambil lalu

Resah berserakan,
Mudah saja pincang
Laksana gunung
Saking besar menanggung kesah,
Mengelegak-gelegak

Seseorang
Tolong katakan sesuatu
Tentang cinta yang mengunung di balik rimbun-rimbun daun yang berserakan menanggung kesah
Katakan,
Pemisalan seperti apa?

thediezone

11092010

Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Umpama

Puisi Pertemuan Datang Tanpa Diminta

Pertemuan datang tanpa diminta

Begitu saja hadir, tanpa mengucapkan salam atau mengetuk pintu
Sembarang saja masuk ketika rumah sedang berantakan

Pertemuan membawa seikat bunga di genggaman
Mengulum senyum di bibir,
Lalu menyapa,
Udara bertebaran bau bunga,
Waktu berhenti di angka paling sempurna
Dalam kota
Tanpa sengaja
Ada dua pasang mata saling beradu
Aku dan dia
Serta sejumput cinta mekar tanpa diminta

thediezone

13082010

Dedi Supendra

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Pertemuan Datang Tanpa Diminta

Jumat, 24 September 2010

Puisi Fragmen Maut

Fragmen Maut

Kepada angin dan burung-burung
Yang kabarkan kisah akhir manusia
Duka nampak setaman kamboja
Malaikat maut telah tiba
Menjemput di beranda kerongkongan
Hening, hening, hening mengering
Oase hilang di gurun tandus
Tanah merah, liang pusara
Telah menutup cerita kita
Dalam lakon kembara pada dunia fana

Cilegon, 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Fragmen Maut

Puisi Lautan Jiwa

Lautan Jiwa

Janganlah kaulelah arungi lautan hidup
Tetap melangkah walau badai menghadang
Tertawalah sebelum ditertawakan
Sebab ini adalah kenyataan

Langkahkan kaki walau tapak penuh kerikil tajam
Tetap bergerak selami kancah keadaan
Bentangkan layar seluas keinginan
Berharap angin nanti akan berhembus

Tegarlah seperti karang
Luaskan pikiran bagai samudera
Biar ombak kecil membelai pantai jiwamu
Jadikan berarti seindah pasir putihnya

Serang, 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Lautan Jiwa

Puisi Sakaratul Maut

Sakaratul Maut

Awan hitam riuh bergemuruh
Payungi telaga keruh
: Lepaslah ruh

Cilegon, September 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Sakaratul Maut

Puisi Maut

Maut

ada namaku juga namamu
ada nama kita di kotak tua
diam terpojok di balik pintu
yang kuncinya pernah kita hilangkan

lalu tiba-tiba kami teringat sebuah benda
pedang si empunya tuan jubah hitam
maut, kaukah yang hendak mengajak kami nanti
pada tepi nafas bertepi sunyi tak bertepi

Serang, 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Maut

Puisi Kembara

Kembara

Aku, rajawali lepas dari sangkar emas
Hidup bukan untuk berhias
Namun hidup adalah bebas
Tatapan mata menerawang tembus batas
Cakar mencengkram anggur merah dalam gelas
Karang terjal telah aku libas
Walau bunga api bermekar ganas
Sayap mengepak tuk bergegas
Berkelana pada semesta luas
Memekik doa, mengharap tunas
Pada orbit yang belum tuntas

Serang, 09 Januari 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Kembara

Puisi Langkah Waktu

Langkah Waktu

Telah tumbuh tunas-tunas muda di kenyataan
Nampak pada peradaban
Bermekaran arungi masa
Daun tua berguguran senyawa dengan tanah
Kodrati waktu jalan merentang
Desah bayu laksana sabda sang alam
Beri kabar pada sekitar
Ada yang datang, ada yang pergi
Berjalan seirama bumi mengitari surya
Gelap ganti terang, terang ganti gelap
Siang mengganti malam, malam mengganti siang
Jarum jam pun jalan perlahan tapi pasti
Membawa kita berada pada saat ini

Serang, 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Langkah Waktu

Puisi Perjalanan

Perjalanan

Aku pulang hampiri matahari terbenam
Bersama nyanyian dari timur
Ketika malam datang hendak kueja bebintang
Maka jadilah engkau cahaya di langitku
Yang akan terangi gelap sukma
Sebab serangga suaranya terbata kini
Berikan resah pada setiap langkah
Di tanah tempat aku berasal

Jakarta, 07 Juli 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Perjalanan

Puisi Lakon Mesin Waktu

Lakon Mesin Waktu

Kini aku telah menelan waktu
Entah kapan waktu akan menelanku
Saat jarum jam melengkung berputar
Tinggalkan tadi menuju nanti
Buat jejak spektrum bayang-bayang
Terkurung dalam kandang labirin
Detak bergema pada jantung
Melewati dua puluh empat cahaya
Menyusuri lorong-lorong gelap
Dalam benak beranak-pinak
Air mengalir, angin berhembus
Lindap suara mesin di rongga dada
Panen tiba di ladang luas
Nyanyian suka, nyanyian duka
Nyanyianku mengarungi masa
Tertawa dan bersedih isi semesta
Di tepi telaga kehidupan
Malaikat tiba di ruang tamu
Ayunkan pedang, cabut nyawa
Maut tertidur di liang pusara
Bermimpikan kembang gugur
Pada ranjang tanah merah

Serang, 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Lakon Mesin Waktu

Syair Pengantar Maut

Syair Pengantar Maut

Takkan tertinggal tanggal yang jadi tunggal
Kala kabar dikaburkan oleh kubur
Sia-sia sasa-sisa di sisi- sisi

Cilegon, April 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Syair Pengantar Maut

Kamis, 23 September 2010

Puisi Bercermin Pada Tanah

Bercermin Pada Tanah

Dari tanah ini kita berasal
Berhembus nafas-nafas kehidupan
Mengalirkan merah darah di tubuh
Melekat ruh pada raga setiap insan

Di tanah ini kita berpijak
Tumbuh dan berkembang
Rasakan suka dan duka
Mengisi cerita di dunia

Pada tanah ini kita kembali
Tertelan dalamnya liang lahat
Tertidur untuk selamanya
Kembali pada Yang Kuasa

Tak pernah ada yang hakiki
Takkan ada yang abadi
Semua ini hanyalah persinggahan
Cerita manusia di dunia

Bersemi dan berguguran
Setiap detik ada yang datang dan pergi
Dari tanah ke tanah
Kita berasal, berpijak, dan kembali

Serang, 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Bercermin Pada Tanah

Puisi Berhitung Beling Diantara Daging

BERHITUNG BELING DIANTARA DAGING

seberapa banyak halaman
yang telah kisahmu bubuhkan.
kepada lidah kita yang sering berselisih paham.

karena ke arah pulang.
aku palung yang berusaha menghitung,
berapa dalam ketajaman beling ,
yang menyelinap di antara liat daging.

***

AF. KURNIAWAN
semarang 3 september 2010.

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Berhitung Beling Diantara Daging

Puisi Kematian Sangkuriang

KEMATIAN SANGKURIANG

perempuan itu tak sedang menenun rumah laba-laba,
saat gigil didatangkan hujan mencari teduhan.
sementara kau lebih tahu , beranda rumahnya telah lama kehilangan kanopi.
sejak badai-badai sengaja diutus ngarai.
memberikan warna pirang pada rambutnya yang terburai.

lantas kau masuk.
meminta pada jemarinya agar meneruskan bermain harpa.
katamu, kau ingin belajar mencintai nostalgia.
tapi lihat.
sebenarnya kau habis berburu atau diburu,
kepalamu,
ah kepalamu berisi kota-kota tua, pabrik mesiu,
dan bekas terbakar toko sepatu.
jalan-jalannya telah membenamkan jam, portal,
dan asap kendaraan.
memandai isi kepalamu sekeras logam.

hari belum cukup malam, hujan sudah reda.
ketika ia minta
agar kau kembali ke hutan.
tempat nama-nama tumbuhan diciptakan.
tempat kali pertama sepasang manusia berjatuhan,
diusir Tuhan dari ketinggian.

tapi matamu berkeras,
aku jatuh hati pada burai pirang rambutmu !
kutemukan teduh sarang bagi kepak segala terbang.
tegasmu,
sambil memasangkan peledak rakitan,
di lehermu dan lehernya.

sebelum ia sempat minta,
kau bangun bendungan semalam jadi.
sebelum ia minta
kau tertawa seribu kali dengan geraham yang lebih baja
agar ia yakin,
kau bukan wajah karibnya yang mengekal dalam pigura.

percuma.
nyala sudah korek api.
jarimu jarinya terlanjur,
menghitung mundur.

5,4,3,2,1…

***

AF. KURNIAWAN
semarang agustus 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Kematian Sangkuriang

Puisi Kita Dalam Sihir

KITA DALAM SIHIR

barangkali mantra butuh kau,
mengubah gaduh gelap jadi lingir jendela.
ada lilin, seseorang pernah menjadi nyala di ujungnya.
dan kalian,berebut mengaku sebagai cahaya

barangkali mantra butuh aku,
pengimbang neraca yang pernah timpang.
terengah mencari padanan.
jelujur peniti penutup lipat pakaian.

***
AF. KURNIAWAN
September 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Kita Dalam Sihir

Puisi Kau Lepas Namaku Sebagai Pengembara

KAU LEPAS NAMAKU SEBAGAI PENGEMBARA

kau perjelas relief batu dan pasir
dari puing sejarah yang pernah dirajah.
oleh guntur dan petir.
kini tak kuat mengeram bakal getir.
hingga menetas sepi yang jauh lebih besar dari induknya.
induk dari segala kamar pengar.
kali terkhir,
kusaksikan dengan kaki masih terikat.
telingamu mengalungkan kerinduan sebagai jimat.
dan bunyi gesekan lantai,
dengan kaleng susu.
berkali kali namaku,
disitu kau lepas sebagai pengembara,
tak lagi bisa menggumam apa-apa.

***

AF. KURNIAWAN
Semarang, Agustus 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Kau Lepas Namaku Sebagai Pengembara

Puisi Mimpi Dalam Bis

MIMPI DALAM BIS
: aku pulang.

seperti dugaanmu.
tas ini, mengemas rute panjang.
jejak-jejak kelelahan.
yang dititipkan jadwal kepulangan.

sengaja kutempuh dengan bis,
karena dalam bis,
pohon, atap rumah penduduk, poster- poster iklan layanan.
bergelak lamban.
lalu aku seperti jam-jam tidur yang mendengkur,
mengikuti kelebat sejarah yang diam-diam mundur.
kulihat tanganmu.
kulihat tubuhku.
mengerdil dengan gelak yang ganjil.

sepasang alismu menawarkan lagi kuncup dahaga,
yang tumbuh dari leleh sirup markisa,
sungguh,diatas meja.
kau melebihi hening gelas.
menungguku sebagai angkuh es batu.
jatuh dari musim mata yang terlanjur buta.
kau tahu,
bagaimana tujuan membangun keramaian,
dari sulur-sulur bilangan.
hingga aku dan waktu,
selalu bermusuhan dalam rumusan.


dari arah terminal,
aku terbangun. dan melihat.
tanjakan yang masih saja terjal.

***

AF. KURNIAWAN
semarang 3 september 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Mimpi Dalam Bis

Puisi Ayah dan Kisah Melankolinya Semasa Muda

AYAH DAN KISAH MELANKOLINYA SEMASA MUDA

di lembar awal catatan, aku menemukan kau.
sebagai mawar ; merah dan segar.
keringatmu pagi itu.
belum lengkap kusingkap

kau masih duduk dan antusias,
merumuskan bentuk bujur sangkar dengan garis mistar.
di buram kelas yang enggan berhias,
cuma kau yang paling lampu.
penerangan yang dibutuhkan seluruh abjad dibuku.

aku terus membaca.

pernah, seusai siang dihabisi mata pelajaran.
aku nekat menyusun kalimat.
sepuluh baris. tepat sepuluh baris.
tak ada kata kau,
tak ada kata aku.
kesemuanya tentang kata kerja.
kau masih ingat betapa lucunya ?

sejak siang yang itu,
kuhitung daun yang jatuh dari pohon jambu air.
kurapal inisialmu melebihi tenung dan sihir.

aku terus membaca.

tahun-tahun yang menjelma api dari mulutmu.
membakar debu demi debu.
diatas usiaku.

di akhir catatan, aku menemukan diriku.
luapan buih; jernih dan terus mendidih.

***

AF. KURNIAWAN
mBangsren, september 2010.
( tulisan ini saya salin dari memori ponsel saya, terinsiprasi dari buku catatan belanja milik ayah)

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Ayah dan Kisah Melankolinya Semasa Muda

Puisi Seseorang yang Ia Tunggu Sebelum Mati

SESEORANG YANG IA TUNGGU SEBELUM MATI

1//
ia masih disana,
seperti petang yang menunggu berganti lensa mata.
menjadi lebih arang , menjadi lebih abu.
kadang ia sebuti nama seseorang,
tanggal kelahiran, dan hawa dingin
yang bekam diantara renyai hujan.
berusaha berakrab dengan rasa bosan.
memperpanjang umur udara yang menguasai paru-paru.

2//
tetapi cerita, mengembalikan laju tubuhnya,
pada kilometer pertama gegaris peta.
ruangan itu,
yang pernah mengajari.
bagaimana memecahkan angkuh batu.
dengan jemari yang belum dirambati kuku.
ia lantas ingat tentang sebuah pertemuan,
yang mengubahnya jadi lengan sampan.
berlayar di gelombang yang meluap luap dari penanggalan.

3//
dari sana, barangkali,
laut itu.
yang membantunya menjauhkan kesedihan sunyi,
dari tepi seberang berpohon kirmizi.
menggali lubuk lapang segala ikan.
ia begitu terampil menjadi permainan.
diisinya cekung kecil lubang lubang itu,
dengan aneka biji bijian dan kulit kerang.
sampai semua penuh.
riuh.
hampir ia lupakan lapuk papan diburitan.
tempat ia cermat mengikhlaskan kedatangan dan kepergian.


4//
ia masih disana,
memperkirakan sayup lengan ,
melambai samar dari kejauhan.
akan ada yang muncul di malam rabun.
dan ia semata- mata tajam pendengaran.
suar menangkap bunyi dari ketinggian.
sebab ia seperti cerita lain,
yang tersusun runtut diatas kain,
jerih payah canting menggurat kemauan lilin.
tak jadi soal.
seseorang hadir.
tepat sebelum tanggal kematian.

***

AF. KURNIAWAN
Ngrancah, september 2010.

***

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Seseorang yang Ia Tunggu Sebelum Mati

Puisi Penjara Ingatan

PENJARA INGATAN

ingatanku tentang kau yang risau.
terus bermain unngun api
di lapang dada.
mengiris limau demi limau.
ngilu lidahku kau cecap sebagai manisan.
hidangan penutup di meja jamuan.

menyisakan tetes yang amis dan perih.
musuh yang mesti rajin kuusir
dari gelembung kandung kemih.
hingga kubutakan rajah
yang meracuni silsilah.

tapi semakin kau tanpa mata,
semakin kau buluh yang mengarak tandu,
berisi kepadatan renjana.
menyambangi sidik jariku,
yang makin merasa terpidana.
berpindah dari penjara ke penjara.

***

AF. KURNIAWAN
september 2010.

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Penjara Ingatan

Puisi Mabuk

MABUK

kau dimana//
aku berpesta dengan sendawa//
haik//
hujan makin kilau//
menjatuhkan pisau demi pisau//
haik//
berdiri, sempoyong lagi//
berdiri, sempoyong lagi//
akhir perlawanan//
haik//
hujan-hujanan.//

***


AF. KURNIAWAN
kampung brotojoyo 2010.
( tulisan ini pernah saya kirim via sms kepada susan sumpena, seorang penulis yang selalu menampik argumen saya bahwa puisi juga mempunyai genre)

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Mabuk

Sajak yang Gagal Kubacakan Di Depan Makam Ibuku

SAJAK YANG KUBACAKAN DI DEPAN MAKAM IBUKU, ADALAH SAJAK YANG GAGAL TERMUAT DI SEBUAH KORAN

kubawakan lagi pada telinga ibuku yang menghadap telingaku.
panggung besar, disana ada aku dan getir sajakku.
cahaya sorot dari biru ke merah hadir bersamaan.
rungkut bambu, pekat setanggi, bebunyi sitar.
menghisap pucat malam menjadi latar.
memberi kami kesempatan,
sepasang bangku, untuk saling bertukar ketakutan.
aku memberanikan diri,
mendorong sajakku berdiri.

//oleh pekarangan,
aku ditampik sebagai sebuah kedatangan.
masih pelepah enau.
yang hijaunya belum terlampau.//

//oleh koran harian.
aku ditampik sebagai sebuah bacaan.
sekedar kalimat baru
yang belum tersapih puting susu//

kadang aku melihat mereka,wajah duka penyair kita ,
yang kuakrabi berpuluh tahun
sebelum sajakku lahir.
ook nugroho, joko pinurbo.
kurnia effendi, hasan aspahani.

jejak pelayat yang begitu kuhormati,
merawikan bergantian kematian paling sunyi.
sajak mereka sungguh-sungguh dalam berdoa,
menjernihkan tubuh ibuku dari kerumunan bisa.

***

AF. KURNIAWAN
kampung Layur, september 2010.

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Sajak yang Gagal Kubacakan Di Depan Makam Ibuku

Puisi Terlambat Pulang

TERLAMBAT PULANG

laun sungguh jalan pulang menuju subuh.
malam tetap saja sampan,
terperangkap pasang.
bermusuh dinding asin.
sebagaimana lemuru, aku.
lama menjelajah remah.
mencabut mematah matahkan dari siripku ,
puluhan tanda dan noktah.

***

AF. KURNIAWAN
semarang september 2010.
Baca Selengkapnya - Puisi Terlambat Pulang

Puisi Bisu

BISU

Diam adalah bahasakuh, bicara adalah petakaku
Pasrah adalah nestapaku, berontak adalah mautku
Aku sang bisu
Hatiku selalu mengacau,
Tertahan pasra dengan jiwa yang dipermainakan

Cilegon, Januari 2009


Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Bisu

Puisi Abdi Mesum

ABDI MESUM

Kelopak keriput aku susuri
Bunga hampir layu aku sirami
Membelai bunga-bunga di taman orang
Tak perduli tubuh terancam parang Tuan

Cilegon, sepetember 2009


Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Abdi Mesum

Puisi Perih

PERIH

Haruskahku meneteskan air mata?
Menangisi tubuh yang lengket dengan keringat asing
Menyembunyikan gadu hati dalam huluman senyum
Membelai daging busuk yang terasa harum di hidung

Cilegon, Desember 2008

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Perih

Puisi Sang Penghibur

SANG PENGHIBUR

Sang penghibur bagai musim semi alur sungai abadi,
lebat pohon buah ranum dambaan hati dari jiwa yang haus biarahi

Cilegon, Oktober 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Sang Penghibur

Puisi Sepi

SEPI

Hidup ini tiada arti
Hidup tak berdaya tanpa bisa mati
Rasa sepi perlahan ingin membunuhku

Bertahan diambang batas tepian
Bersama debur ombak penjilat pasir
Tanpa pegangan, tanpa bisa bertahan
Melepas impian dalam samudra untuk menelannya

Cilegon, April 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Sepi

Puisi Ikhlaskan Cinta

IKHLASKAN CINTA

Mengenang lukisan terindah cinta
Bersama kebahagiaan tiada tara
Bagai mentari yang selalu menebarkan cahaya ikhlas
Bersama takbir jagad alam raya
Abadi dalam tarikan nafas panjangku

Cilegon, Oktober 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Ikhlaskan Cinta

Puisi Purnama

PURNAMA

Ada kehalusan dalam selendang yang membelai wajah
Bersama jari lentik yang mempermainkan di bibir
Jelita manja menyandar di pundak kekar
Wangi melati menyelusup membelai jiwa

Ada kuntum mawar merah mereka di gelung hitamnya
Ada tabir tersembunyi di balik cadar merahnya
Wajah purnama menjadi misteri yang tersembunyi
Namun bisa kurasakan tatap mata indahmu

Cilegon, Februari 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Purnama

Puisi Pemuda dan Mawar

PEMUDA DAN MAWAR

Pemudah itu mengeja zaman
Dari benih mawar yang tumbuh di tepi hati
Kemudian ia semai di balik bukit kesetian
Berharap bisa menuia kuntum perawan

Seiring zaman
Ada angin yang menggoda manja
Dibalik bukit mencandai wangi bunga
Tertata dalam rencana jitu

Pemudah itu berdoa
Esok akan menuai kuntum mawar
Dibalik bukit yang hijau
Dengan kesegaran tetesan embun pagi di ujung kelopaknya

Cilegon, malam sepi di sudut hati, Februari 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Pemuda dan Mawar

Puisi Ilusi Mimpi

ILUSI MIMPI

Kuingin kau merasakan apa yang kurasa
Kuingin kau menyadari betapa kuat naluri ini untuk memilikimu

Berharap dalam bait doa yang terselubung sujud malamku
Satu kesadaran saja
Bahwa aku ada karenanya

Begitu sabar
Menebar senyum dalam ladang hatimu
Menyemai semerbak wangi kuntum bungamu
Memeluk segala mimpi-mimpimu
Menari bersama Balerina dengan iringa nada piano klasik

Percayalah
Jika kau rasa
Ini bukanlah ilusi mimpi yang tiap malam kau raba dalam mata terpejam

Cilegon, 1 Maret 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Ilusi Mimpi

Puisi Dalam Kehilangan

Dalam kehilangan

aku telah sangat kehilangan
ketika pijak terlambat kupahatkan
pada pelataran pagimu
yang wangi
pada langit cintamu
yang tanpa tepi

sedang malam telah jauh berselisihan
dengan embun-embun putih di rerumputan

sungguh aku dalam ketakutan
hingga jiwa ini kuyup gemetar
bilakah kau uji cinta ini hingga luruh terbenam
di laut kehilangan yang tanpa dasar

duhai kekasih…
mekarkan nafasku yang basah
dan mencintaimu di hamparan tanah

Ya Allah Ya Rahman Ya Rahim
Ya Rabbana Ya Karim Ya Adzim…

Jakarta, 16 Ramadhan 1431 H

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Dalam Kehilangan

Puisi Bayang

Bayang

mengapa tak kau datangi saja malam
bukankah ia yang selalu meredam seribu tangisan
di dasar matanya yang kelam

atau kau berbincang dengan kerumunan gemintang
bercerita tentang sekerlip kunang-kunang
berputar menyusuri rawa-rawa
barangkali ia terjatuh dari puncak gugusan
dan sedang mencari jalan pulang

ah, sedih itu masih berbayang
berjuntai menutupi sudut ruang kenang
dan musim terasa sangat lamban
berjalan…

Jakarta, 17 Juni 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Bayang

Puisi Pada Sebentuk Rindu

Pada sebentuk rindu

kaukah itu , yang musim kemarin mendatangiku
berdiri di kejauhan
menari dalam iringan
denting irama hujan

lalu kulihat angin singgah
menggugurkan kelopak dan daun-daun
meninggalkan lanskap tak beraturan
pada sebidang tanah yang basah
menupang pokok-pokok pohon

terdengar lamat suara memanggil
seperti sekelebat bayangan
terlahir dari nyanyian
dalam ayunan gending-gending
bermusim-musim kemarin

akh, musim yang memekarkan semak-semak rindu
bagai usapan jemari ibu
mengukirkan guratan tawa
di ruang keluarga kita

Jakarta, 09 Juni 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Pada Sebentuk Rindu

Puisi Duka Cita

Dukacita

lalu kuhirup wangi tawamu lewat sudut mata
yang masih menyimpan sedikit lelah
selepas mengantar langkahmu
menyusuri tepian hulu
menuju ke sebuah muara

bayang-bayang mentari pun masih terjatuh
menerpa daun-daun kemuning yang melingkupi pusara
melagukan gemerisik lirih tembang-tembang kedatangan
oleh hembusan dingin angin utara
dan menyeru kerumunan burung-burung
yang tengah mencecapi bebatuan
melucuti senyap
menyesapi ratap
dari relung dada kita

lalu dari sudut ruang dukacita
hendaklah kita mampu melepas
seberkas makna
dari rerimbun kerlip kenangan
tertanam di kisaran-kisaran waktu
yang terus mengekalkan butiran warna dan kejadian

bahwa sejatinya kehilangan itu
tak pernah ada
karena memang kita tak pernah
memiliki apa-apa

Jakarta, 14 Juni 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Duka Cita

Puisi Meratapi Sebuah Negeri

Meratapi sebuah negeri

pohon-pohon telah tumbang
keadilan habis di tebang
kerontang bumiku

suara-suara terbekap
tangisan tak lagi mengucur
terbenam di kedalaman lumpur

kemana jalannya para nurani
terlampau jauhkah mereka berpaling
dari paras Sang Maha Tinggi

dan jika surat kejujuran
berbalas undangan dakwaan
bagaimana seharusnya berkirim kabar kebenaran

keletihan panjang
wajah-wajah berjuang
di negeri ini
pertautkan kami dengan kesabaran
di antara jeruji-jeruji kemiskinan
Jakarta, 24 Juni 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Meratapi Sebuah Negeri

Puisi Perpisahan

Perpisahan

ketika satu persatu di antara kita telah berangkat lebih dulu. melambaikan doa perpisahan seiring jalannya roda. menebarkan wangi kembang menyelubungi tubuh kereta. dan hanya menyisakan peron sunyi dan bangku-bangku lengang.

kemudian kita menunduk berkerudung duka. menangisi arak-arakan waktu yang telah kita kerandakan, tanpa lebih dulu dimandikan. dengan taburan wewangian kelopak sujud yang semestinya bisa kita petik, dari hamparan taman luas jiwa-jiwa zuhud

ketika rombongan kafilah pernah sejenak singgah, masih terngiang di telinga kita senandung gurun. walau kibaran jubah mereka telah lama menghilang, di balik kabut gunung.

lalu sudahkah kita seksama mendengar gumaman para ruh. melepaskan sebutir ruku’ dari untaian lima waktuNya, adalah sebuah perpisahan.
yang paling jauh…

Jakarta, 17 Juni 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Perpisahan

Puisi Saat Hendak Memulai

Saat hendak memulai,

Perjalanan saya tulus
Menerima segala keputusan anda
Dan semoga apapun yang saya
Lakukan dalam perjalanan
Hingga keadaan ketika kembali
Tak membuat anda murka
Karena bukankah ini semua telah
Sesuai dengan rencana anda

Bila pada mulanya menerima
Semoga tetap menerima
Meski dengan cara yang berbeda
Hingga tak ada
Dendam antara kita
Antara saya
Amin

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Saat Hendak Memulai

Puisi Dari Kepergian dan Kepulangan

Dari kepergian dan kepulangan

Kan jadi cerita
Kepergian adalah kelahiran
Dan kematianlah
Pulang
Riuhnya perjalanan
Dan pemandangan di jalan
Dari kepergian dan kepulangan
Yang tak lebih dari kain kafan
Kerap menipu
Kerap menutupimu
Aku pulang kun
Dituntun peta burammu
Dibawa luka lupamu,

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Dari Kepergian dan Kepulangan

Puisi Bagi yang Mengenal

Bagi yang mengenal,

Jalan dan tujuan
Tak kan bertanya
Untuk apa berjalan
Untuk apa bertujuan
Dan mengapa memilih jalan
Dan tujuan
Dan anda tuhan
Adalah tujuan
Dari para pejalan
Dari sgala jalan
Dari sgala perjalanan
Tapi kebanyakan para pejalan
Tak mengenal jalan
Salah mengenal tujuan
Hingga kerap masih bertanya
Untuk apa berjalan
Untuk apa bertujuan
Bahkan hingga salah memilih
Jalan
Salah menentukan tujuan
Dan akhirnya
Tersesat di jalan
Disesatkan jalan
Dan tujuan

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Bagi yang Mengenal

Puisi Yang Pertama Tercipta

Yang pertama tercipta,

Adalah jalan
Yang menuntun
Pulang
Sgala jalan
Yang melahirkan peraturan
Peta, arah
Dan penunjuk arah
Kamulah tujuan kun
Meski setelah terlahirkan
Kamu kerap terlupakan

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Yang Pertama Tercipta

Puisi Tujuan Kelahiran

Tujuan kelahiran

Adalah menjadi jalan
Dengan harga kamu terlupakan
Karena dilahirkan
Saya lupa pada anda
Karena dilahirkan
Saya kan dilupakan
Karena dilahirkan
Saya bisa disiksa di naraka
Hanya karena kelahiran
Yang anda inginkan
Yang tak bisa saya elakan
Saya berduka
Membuat kita
Saling melupa,

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Tujuan Kelahiran

Puisi Kegairahan Mudik

Kegairahan mudik,

mentulikanku pada panggilan
kematian
padahal keduanya memiliki makna
yang sama
yaitu kepulangan

berdesakan di jalan

menuju kampung halaman
kelak kan mengendap dikesenyapan
kuburan

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Kegairahan Mudik

Puisi Perjalanan Kalbu

PERJALANAN KALBU

Kunikmati sedu sedanku
Larut dalam asyik masyuku
Air mataku mengalir sendu
Mengairi sungai rindu

Paras-Mu sungguh Indah
Kuintip dari balik gelisah
Saat resah kuserah
Pada sujud-sujud pasrah

Subkhana
Maha Suci Engkau
Dari segala cemar dan cela
Serta dari prasangka buruk manusia

Robbiyal-‘a’laa
Tuhanku Yang Maha Tinggi
aku hamba-Mu yang lemah dan hina
kusujudkan kepala dalam fana

Wabikhamdihi
Segala sanjung puji bagi-Nya
Tempat ku panjatkan segala do’a
kumohon ampunan atas semua dosa

Yaa Allah, Yaa Robbiy
Ini makhluk-Mu, datang mengetuk pintu-Mu
Dalam cemas, kalut dan rindu
Akankah Kau buka, Kau buka, Kau buka?

Yaa Allah, Yaa Robbiy
Ini hamba-Mu, menunggu di pelataran-Mu
Membisikan nama-Mu, nama-Mu, asma-Mu
Akankah Kau panggil, Kau panggil, Kau panggil?

Yaa Allah, Yaa Robbiy
Ini aku, yang mengaku kekasih-Mu
Hendak kutumpah rasa, rasa, cinta
Akankah Kau dekap, Kau dekap, Kau dekap?

Yaa Allah, Yaa Robbiy
Ini aku, bukan siapa-siapa
Masih disini
Menanti
Menanti
Mati

Doha, 8 Juli 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Perjalanan Kalbu

Puisi Senandung Lara Puber Pertama

SENANDUNG LARA PUBER PERTAMA

Apakah kau lupa
Puisi tentang kita yang kutulis di tembok pagar belakang sekolah
Karenanya aku dihukum jemur oleh wali kelas kita Bu Sumirah

Apakah kau lupa
Coret moret grafite wajahmu yang kulukis di tanggul kali Brantas
Setiap berangkat dan sepulang sekolah selalu kita saksikan saat melintas

Apakah kau lupa
Pada sepeda tuaku bermerk Holden kau kuboncengkan
Sambil berdiskusi tentang pelajaran yang telah diajarkan

Apakah kau lupa
Jalanan yang kita lalui telah merekam semua peristiwa
Kisah cinta monyet antara sepasang anak remaja

Apakah kau lupa
Setiap pertandingan olah raga bola basket antar kelas
Kau setia mendukungku sambil kau bawakan minuman dalam gelas

Apakah kau lupa
Pada akhir semester kau hampir selalu berada di rangking kedua
Dan aku selalu mengalah hanya berada di rangking ketiga

Apakah kau lupa
Saat perpisahan sekolah kita berjanji untuk saling setia
Meskipun aku harus melanjutkan sekolah keluar kota

Apakah kau lupa
Karena jarak yang terbentang itulah perjumpaan kita menyusut
Dan ruang yang memisahkan itulah membuat cinta kita menyurut

Apakah kau lupa
Disaat aku asyik mengejar mimpiku dan kau kusyuk memburu cita-citamu
Disaat itulah semua gelora rindu seolah-olah lenyap dan semu

Apakah kau lupa
Pada akhirnya waktulah yang menjadi saksi bisu
Bahwa cinta kita berdua tak bisa menjadi satu

Adakah kau tahu
Sesungguhnya jauh dilubuk hatiku masih terukir cinta untukmu

Doha, 15 Juli 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Senandung Lara Puber Pertama

Puisi Mari Berpeta Pada Malam Al-Qadr

MARI BERPESTA PADA MALAM AL-QADR

Ketika malam telah membutakan siang, dan rembulan yang sedang kurus kering itu asyik bersembunyi dipelukan awan hitam.

Adakah yang lebih indah selain daripada kegelapan malam ?.

Waktu dimana para musafir berpesta pora dalam bergelas-gelas anggur pemujaan, mabuk dalam dekapan cinta, ekstase menuju hamparan indah dalam taman rumah kekasihnya.

Adakah yang lebih dahsyat selain daripada kesenyapan malam ?.

Saat manakala para pencinta sedang memadu kasih dengan yang dicinta, ranjang-ranjang pengantin bertaburan bunga aneka warna, harumnya semerbak menembus petala langit tujuh.

Adakah yang lebih menggairahkan selain daripada bujuk rayu malam ?.

Ketika semua pintu langit tersibak, dan para Malaikat turun kebumi berkhalwat bersama para kekasih Majikannya, do'a-do'a dan sanjung puji beterbangan menuju puncak langit menanti jawaban dari Sang Penguasanya.

Duhai jiwa yang disilaukan siang, ketika malam menjelang engkau asyik telanjang mengobral birahi-birahi liar.

Duhai jiwa yang enggan berlabuh dalam gelap, saat kegelapan menimpa engkau membakarnya dengan api amarah yang engkau sulut dari minyak-minyak kedengkian dan keserakahan.

Duhai jiwa yang membenci sunyi, engkau telah memenggal kepala kesunyian dengan nyanyian-nyanyian sumbang dalam iringan musik-musik jalang.

Ini malam Ramadhan, ini malam Al-Qadr,

Majikanmu menawarimu perniagaan yang berlimpah ruah keuntungan, bahkan cukup untuk menghidupimu dalam seribu bulan kedepan.

Ini malam Ramadhan, ini malam Al-Qadr,

Rajamu mengimingimu gelar kepangkatan yang mentereng, yaitu At-Taqwa gelar tertinggi dari semua hamba sahaya, bila engkau memilikinya para Malaikatpun akan menjadi pelayanmu.

Ini malam Ramadhan, ini malam Al-Qadr,
Pemilikmu memintamu untuk meminta kepadanya apa saja yang engkau inginkan, engkau minta satu diberimu dua, engkau minta dua diberimu empat, engkau minta sepuluh diberimu seribu, lalu kenapa engkau tidak segera meminta.

Ini malam Ramadhan, ini malam Al- Qadr,

Yang Maha Indah semakin memukau Ke-Indahan-Nya.

Ini malam Ramadhan, ini malam Al-Qadr,

Yang Maha Jelita semakin mempesona Ke-Cantikan-Nya.

Ini malam Ramadhan, ini malam Al-Qadr,

Yang Maha Lembut semakin hangat dekapan Ke-Lembutan-Nya.

Cepat buang rasa kantukmu, obati dengan airmata pertaubatan.

Tahan dulu hasrat birahimu, tumpahkan dalam bait-bait dzikir nan syahdu.

Buang sementara ranjang duniamu, hamparkan sajadah sujudkan keangkuhan kepalamu.

Ini malam Ramadhan, ini malam Al-Qadr,

Tuhanmu Yang Maha Kasih, mengundangmu menuju panggung pesta pora Cinta, menarilah dalam tarian kekhusyukan jiwa, bernyanyilah dengan puja-puji yang indah, berpestalah dan terus berpesta hingga pagi datang menjelma.

Kertosono, 31 Agustus 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Mari Berpeta Pada Malam Al-Qadr

Puisi Kepada Sang Khaliq

KEPADA SANG KHALIQ

Yaa Allah,
Dengan nikmat-Mu yang Engkau anugerahkan padaku sekarang ini
aku tak mampu mensyukurinya
Apalagi jika Engkau tambah dengan nikmat-Mu yang lain yang lebih banyak
tentu aku semakin tak kuasa mensyukurinya

Yaa Allah,
Dengan sedikit musibah yang Engkau hadirkan padaku
itu telah membuatku kehilangan kesabaranku
Apalagi jika Engkau hadirkan musibah yang lebih besar
tentu aku tak sanggup untuk menanggungnya

Yaa Allah,
aku memang bukan termasuk golongan abdan syakuura
dan bukan pulatermasuk golongan ash-shobiriin
namun aku tetap merupakan hamba-Mu juga
yang telah Engkau ciptakan dengan ke Maha Pemurahan-Mu

Yaa Allah,
Jika akibat kekufuranku terhadap nikmat-Mu
serta karena keputus-asaanku terhadap musibah dari-Mu
akan menyeretku menuju liang neraka-Mu
itu adalah jauh lebih baik daripada tidak Engkau ciptakan aku sama sekali

Yaa Allah,
aku tak pernah minta untuk Engkau cipta (apalagi meminta untuk menjadi manusia)
tetapi dengan Rahman Rahim-Mu Engkau ciptakan aku
serta Engkau anugerahi aku dengan beragam nikmat dan karunia yang tak terhingga
meski Engkau tahu betapa lemah imanku

Yaa Allah,
Jika Engkau berkenan maka cabut saja nyawaku dengan segera
agar tidak berlanjut kekufuranku kepada-Mu
dan biar berkurang beban bumi akibat dosa-dosaku

Kertosono, 15 Agustus 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Kepada Sang Khaliq

Puisi Etalase Senja

ETALASE SENJA

Senja,
Ketika kau tiba di kaki lembahmu yang ranum
Semilir angin berhembus lembut manja menyapamu
Padi dan rerumputan berbisik-bisik, memuji keindahanmu

Senja,
Ketika kau sampai ditepi pantaimu nan damai
Riuh rendah gemuruh ombak riang mencumbumu
Burung-burung camar melayang sembari bernyanyi merdu tuk menghiburmu

Senja,
Ketika kau tiba dihamparan gurunmu yang gersang
Pasir-pasir putih beterbangan berebut mengelusmu
Matahari yang kemuning, gunung-gunung duduk terdiam dan hening
Seakan terpesona menyaksikan paras elokmu

Senja,
Ketika kau sampai di belantara kotamu nan hingar
Manusia-manusia dengan keringat ditubuh tersenyum senang menyambutmu
Ramai klakson dan deru mesin dari motor dan mobil yang berbaris di jalan-jalan
Seolah berpesta pora memeriahkan kehadiranmu

Senja,
Ketika kau tiba di pelataran rumah mungilku
Maka biarkan aku menikmati wajahmu
Sembari kudendangkan syair-syair kasmaran
Hingga saat malam temaram datang menjelang

Kertosono, 17 Agustus 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Etalase Senja

Puisi Mati

MATI

Aku karang menanti ombak
Membunuhku dengan sekali hentak
Lalu retak.Bersenyawa
Menjadi noktah di kedalaman laut

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Mati

Puisi Satu Malam Di Bulan Maret

SATU MALAM DI BULAN MARET

I
Malam mengabu
Jengkali bilur-bilur debu
Seperti pasi bulan di rasi labirin
Tetas puing-puing tamsil

II
Tuts-tuts malam
Hikayat pemburu dendam
Terlunta oleh musim
Sehitam repih kisi di ceruk hati

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Satu Malam Di Bulan Maret

Puisi Luka

LUKA

Waktu memantul di jelaga
Rindu bersenyawa
Seperti kematian berulang-ulang
Di dadaku kau tuangkan sunyi lalang
Lalu sebagaimana pintamu
Aku belajar menjadi luka

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Luka

Puisi Diary Gadis Pucuk Cemara

DIARY GADIS PUCUK CEMARA

Dendam:
Pada cemara berdaun biru
Sewindu lalu
Tergantung seribu rindu
Jejak almanak risau
Di sembelih waktu

Lelakiku :
Di bawah matahari sungsang
Aku tulis sajak padang gersang
Memohon aroma rindang
Yang sedang merajuk bertandang

Patah :
Hari ini,
Pokok cemara retak
Setelah beliung dedah dedak

Menjelang petang :
Tusuk getar ilalang
Seutas awan, sepotong hujan
Di atas remuk pusara

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Diary Gadis Pucuk Cemara

Puisi Usia

USIA

Sepanjang musim, Kita tak mampu musiumkan rinai hujan
Yang kertap resap di atap
Seperti gegas senja genap
Garis jalan bahkan bukan lurus tidak juga liku
Hanya rotasi

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Usia

Puisi Fitri Wahyuni

FEBRUARI

Mataku tersampir di jendela
Tatap kecipak cahaya
Setahun lalu,
Kupernah buat pokok delima runcing dan usang
Pagi ini,
Dengan matahari retak di punggung
Mungkinkah, perbaiki gagang pintu rumahmu yang kupatahkan

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Fitri Wahyuni

Puisi Mengenangmu

MENGENANGMU

Musim menua, di selembar fosil Seribu relief gugurkan tamsil
Batu-batu pisau, segundah desau
Dimana jejakmu mengikatku

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Mengenangmu

Puisi Risau

RISAU

Kutemui kau
Saat pohon-pohon biru
Memahat pisau di mata senja
Tetaskan malam dengan bara hujan

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Risau

Puisi Ilusi

ILUSI

Deklarasi situs batu
Mengandung retihan mesiu
Pada selembar ritma paling tipis
Rindu membiru

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Ilusi

Rabu, 22 September 2010

Puisi Patah

PATAH

Selalu kukenang
Di atas secarik kalender usang
Ketika gemertak jadi serak paling sunyi

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Patah

Puisi Menjadi Petani

MENJADI PETANI
: NYALA IMANA

dari tebing kecemasanku yang curam, aku menggigil
menahan rindu serta ragu. tapi masih kukenang
sawah yang bugil dan coklat itu adalah tubuh perempuan
di rahimnya yang basah telah kupesan bulan madu terpanjang
yang kelak akan mengandung dan melahirkan anak-anak kehidupan
selalu akan tumbuh padi-padi yang indah dari fikiran-fikiran yang diruncingkan
sedang tarian air selalu mengalir dengan sendirinya
dari lembah ketulusan yang disunting kesabaran

dari puncak terjauh sungai waktu begitu risau mengalun
menyeret kesendirianku meloncati pematang demi pematang
dan aku telah berulang kali menghamilimu sepanjang musim
dengan bajak yang terkokang dalam sajak
dengan kata-kata yang mengepul dan menjelma sebotol arak
akupun mabuk dan extase berulang kali
tapi masih harus kusempurnakan setubuh ini
meski aku tak hentinya melumpuri jiwa dengan cinta

sawah sejati adalah usiamu sendiri
terbujur antara kaki ibu hingga kaki kuburmu
di mana di dalamnya terhampar tanah subur
yang harus kaubajak dengan fikiran-fikiran terbijak
keinginan adalah benih termurni yang kau tanam sesungguh hati
yang kelak akan kaupanaen sebagai pahala abadi
jika ketulusan menjadi satu-satunya pupuk
yang membasuh segala gerak sera doa-doa yang kaureguk

menjadi petani adalah kesepakatan dan pilihan
bukan kutukan atau hukuman atas perselingkuhan adam
yang diwariskan

Tasikmalaya, 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Menjadi Petani

Puisi Menenun Kain Kafan

MENENUN KAIN KAFAN

adalah gulungan waktu yang menderu mencari jejakmu
kemudian lembar sepi yang terkubur di luar kamarmu
tanpa cinta masih kutenun gaun pengantinku
antara impian dan ranjang bulan madu
tapi perkawinan selalu gagal kutemukan
bahkan ciumanmu kini lenyap dari urat leherku

jalanan kian sunyi dan mendaki
benang hakikatku berkilauan menyulam cahaya
matahari menuntun mabukku melebur warna baju
kini aku helai makrifat yang berkibar di udara
begitu dekatnya engkau ternyata
kulukis di kain kafanku

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Menenun Kain Kafan

Puisi Sebuah Sungai

SEBUAH SUNGAI

laju air sepertinya sangat patuh pada sungai
tapi hulupun dengan senang hati begitu merestui
bahkan muara begitu tak sabar menunggu
dengan debaran penuh rindu

air terus berlari meloncati batu juga akar akar bambu
keliaranmu makin kufahami sebagai suluh pematanganku
sambil bergerak ke arah tepi kujernihkan fikiran fikiran
kuhancurkan setiap buih yang menyumbat tenggorokanku

melewati sunyi bebukitan
nyanyianmu kian memabukkanku
iramanya bagai ribuan jarum alit yang menancap di tubuhku
semakin mendekat ke muara gerak lajumu kian membabi buta

sedang hujan yang kautampung di matamu
menjadi beban baru bagi penyelamanku
sebuah sungai baru menggali terowongan di tebing tebing hatiku
mengalirkan kata kata jernih ke dalam sajak sajaku

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Sebuah Sungai

Puisi Kafe Itu Bernama Dunia

KAFE ITU BERNAMA DUNIA

mataku pecah saat ujung lidahmu yang liar
mengucurkan arak
kautanggalkan pakaian lalu kaurebahkan dadamu
di antara sendok dan garpu
kau tarik leherku ke ujung pisau dengan senyum paling risau
tapi lampu lampu itu menyeret lenganku ke balik sehelai pintu
lalu mengajarku memilih hidangan yang disajikan

ribuan botol waktu kautumpahkan ke tepi meja
membasahi perbincangan memecah gelas-gelas impian
di meja yang lain orang orang bersulang
dengan gelas penuh bara
kemudian melucuti seluruh isi kepala
dan melontarnya ke nganga jendela
aku terjaga saat musik menghentikan iramanya dengan terpaksa
lalu melontarku ke mulut kesepian paling purba

2010
Baca Selengkapnya - Puisi Kafe Itu Bernama Dunia

Puisi Di Pantai Ini Aku Mendekapmu

DI PANTAI INI AKU MENDEKAPMU

Pasir yang basah menyentuh ujung hatiku
Kudekap dengan kata kata yang belum sempat kukenal
Sepanjang pantai aku mengerang menahan rindu yang bertahun
Sedang tangisanmu selalu menahan kepergianku
Dari langit yang jauh segerombolan burung hitam terbang merendah
Tapi lesatan matahari memerasnya menjadi hamburan debu
Langkahku mendekati semedi karang
Kuhikmati setiap gelombang yang pergi dan berpulang


Langit yang biru selalu meneteskan harapan baru
Bagi siapapun yang memelihara keteguhan karang
Setiap ombak selalu menjengkal jarak
Sekaligus ruang pekat untuk digeluti dan ditafsirkan pemabuk
Tapi tak mudah untuk menjinakanmu
Bertahun aku memeram kail dan melempar umpan
Di atas tongkang yang selalu kulayarkan ke lautan
Sebab penyair adalah petapa sekaligus pemburu kata kata

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Di Pantai Ini Aku Mendekapmu

Puisi Hidzib Sang Petapa

HIDZIB SANG PETAPA

Tahun tahun pertapaanku mungkin hanya debu kesia siaan yang menguap di udara
Bersama kembang tujuh warna telah kutabur mantra ke atas peti matiku yang dingin
Aku menyerupai keteguhan batu wulung yang dihuni anasir anasir ghaib
Sedang rajah langit dan bumi masih saja dibayangi gumpalan kabut hitam
Tak ada jalan pintas bagi seorang penyair, sindir batu akik
sambil memeram cahaya bulan di perutnya
Tanpa ketabahan kau akan perlaya disantet kata kata
Seorang pengkhianat akan mati lebih cepat dari usia semestinya
Kini aku sebilah keris berwafak yang dikekalkan ratusan asap dupa
Hatiku mungkin sekepal kemenyan hitam yang kecoklatan
Kesaktianku kini kian melimpah. Bumi dan langit kusishir menjadi pakaianku
sekaligus batu asah yang menderu
Kepadaku pasir dan serangga makin fasih berbicara
Dan aku makin memahami kesedihannya
Akupun menghitung lekukkan usia serta ketajaman yang disimpan mataku
Berulang kali langit kurobek dengan keliaran tubuhku yang terus meliuk
Lalu hujan turun lebat sekali membanjiri mimpi mimpi
Aku semakin kasmaran kutarik tubuhmu ke ranjang basahku
Sepanjang hari aku mensyukurinya dengan tarian yang menyemburkan wewangian
Aura auraku kian menyilaukan. Sebab kearifan telah disarungkan para dewa di
hatiku
Di tubuhku dedemit dan para iprit menakutkan kukembalikan ke tempat asalnya
Agar kau mampu memandang wajahku dengan jelas dan lekat
Sebagai sajak

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Hidzib Sang Petapa

Puisi Di Kampungku Aku Melukis

DI KAMPUNGKU AKU MELUKIS

Seperti hujan yang ditumpahkan siang hari
Derai rambutmu memutih disepuh angin musim
Dengan wajah cemas anak anak bergelantungan memanjati kehidupan
Dari puting susumu yang bercabang itu kemudian menyuling lembar uang
Yang dirakit menjadi gedung juga jembatan gantung
Untuk menyebrangi sungai sungai kemiskinan
Di rahimmu aku menanam bijian cinta
Tapi yang tumbuh hanyalah tunas tunas sajak
Yang merambat di batang usiaku

Di bentangan kain usiamu
Orang orang begitu gembira mewarnai diri
Dengan letusan mimpi yang disungaikan musim haji
Kemudian memperlebar jalan dengan tumpahan tinta
Yang dikeramatkan dan dibasahi ratusan hujan doa
Di tangga tangga jembatan aku masih saja bergulingan
Sambil memilih warna tinta aku menandai alamat yang sering kulapakan
Dari sebrang sungai masih kukenang kata katamu
Bahwa tinta yang baik mesti digali dari kedalaman waktu

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Di Kampungku Aku Melukis

Puisi Di Dalam Kereta

DI DALAM KERETA

Katamu, stasiun adalah isyarat keberangkatan dan kepulangan
bagi setiap perjalananmu
Tapi kau selalu datang dan pergi dengan derit yang menyakitkan
hingga kabut selalu turun menyelimuti hangatnya percakapan
Melulu aku gelagapan meski telah kulengkapkan sejumlah perbekalan
doa doa serta surat cinta warna merah muda
Tak ada tiket gratis di sini, desis masinis dengan wajah sedingin moncong
senapan
Aku kian menggigil di ujung kepedihan bangku bangku
Sedang gerimis yang mengantar langkahmu adalah bahasa lain
dari kekecewaan yang tak terucapakan
Lalu lengking peluit menjeritkan sebuah keberangkatan di hatiku
yang tak bisa ditahan
Sepanjang rel aku menghitung gerbong usia dengan lembar kalender
yang berjatuhan ke dasar jurang
Tak ada yang tersisa, kecuali gemuruh langkahmu membayangi ingatanku
sedang bangku bangku dan pintu pintu itu kian dingin dan membeku
tapi selalu ada kunci lain bagi setiap rahasiamu
Aku terkejut ketika seorang perempuan tua terbakar kesia siaan
dan itu yang paling kutakutkan
Dari lubang jendela hatiku ke arah langit masih sempat kubaca isyarat lain
Tapi masa depan tetaplah sebuah terowongan
Gelap dan dingin

Tasikamalaya,2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Di Dalam Kereta

Puisi Takziah

TAKZIAH

Aku bertolak dari pelukan cintamu
ketika musim gugur membayangi sorot matamu
yang semakin redup
Ketika sawah sawah mengepulkan hangat birahinya
lalu menjelma lembar sajadah yang terbentang
jauh hingga ke tepi kuburku nanti
Di antara keteguhan batu batu serta kesetian pagar pagar bambu
telah kuhirup matahari ke dalam mabukku
Akupun tersungkur dan melumpur sepanjang urat nadimu
bersama ratusan cangkul yang memantul di pematang hatiku
Bersama sebutir pasir aku berdzikir lalu kureguk isi sungai
dengan bibirku yang gemetar
untuk membasahi perjalananku yang kian mendekati sunyi
Katamu, hidup adalah mencangkuli diri seperti seorang petani
Kucangkul terus tubuh dan hatiku hingga keringatku mendidih
menyemburkan wangi kesturi

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Takziah

Puisi Lirik Perjalanan

LIRIK PERJALANAN

Tanpa jembatan mimpimu takan pernah sampai
Menjumpai wujudnya yang sejati
Seratus jembatan telah kubangun dan kuruntuhkan
Di hatiku. Melintasi khianat sungai yang menderas di pikiran
Yang curam dan menggigilkan, melintasi lembah risau
Melintasi taring maut yang mengendap di reruncing rasa takut
Yang membuatmu selalu berjarak dan terasing
Dari jangkauan rinduku yang mendesing
Sambil mengenangmu aku berjalan menempuh kabut
Menyusuri lorong rahasia yang dipendam rahim waktu
Jalanan menukik dan menanajak adalah hakekat pencarian
Yang mematangkan setiap kehadiran, desis angin
Ketika nafasku tersengal di sebuah kelokan
Dari jauh kulihat gaunmu nampak berkibaran
Menjelma seratus mata air
Kubasuh tubuhku dengan seribu hujan doa
“Hanya kaki kaki yang tulus dan sabar
yang melangkah lebih kekal” jerit selembar daun
Yang terlepas dari tangkai usianya
Sedang satu satunya jembatan paling mahal
Adalah keyakinan yang dipadatkan

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Lirik Perjalanan

Puisi Senapan Cinta

SENAPAN CINTA

Karena jarak maka sepi begitu abadi
Menggigilkan ruhku memeram sebutir peluru
Membidik jantungmu dengan doa bulan madu

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Senapan Cinta

Puisi Tarian Azimat

TARIAN AZIMAT

Kugosok dengan mantra tahun tahun berat semediku
Dengan mantel wafak kutempuh dingin dan angkernya malam
Yang dipekatkan ribuan bayang bayang hantu
Kubongkar dadaku dengan keraguan yang memilu
Di dalamnya kubendung sungai sungai mahabbah yang disucikan para peziarah
Yang memancarkan percik percik auramu di tubuhku
Aku tak ingin menyerupaimu, rambut dan jenggotmu yang lebat itu
Aku mewarisi keteguhan dan kesetiaan batu batu

Dari bukit kesadaranku aku melihat deru teluhmu
Membelah langit hitam lalu menjelma gerombolan burung gagak
Memburu tiap tiap sekarat dan cekikan ajalku
Tapi aku selalu mampu mengelak dan meloncat seperti seorang pesilat
Dengan tarian cinta aku berputaran kesurupan
Lalu kuundang bulan serta ratusan khodam ke dalam khusukku
Demi kesempurnaan wujudku yang diliputi debu
Tapi wajahku tetap saja menyerupai hantu yang pucat itu

Hidupku terlanjur jadi sesajen yang gembira menempuh kutukkan
Akupun sebutir adzimat yang mengkilau kemudian
Setelah waktu mengeramnya dalam ruang keramat yang ribuan
Kuulang merangkai bunga menata jampi jampi yang kupetik dari selasar kitab
sastra
Sedang hatiku masih tetap gelegak dupa
Yang setia mengepulkan liarnya kata kata
Aku memburu kesejatian wujudku, desis keris
Sambil mengiris jubahmu yang bergantungan di ruang pertapaanku

Kini rambutku semakin berkibaran di langit para penyair
Menyerupai gelombang rambutmu yang keperakan sebagian
Sedang di dalam darahku deru teluhmu dan getar mantraku
Masih terus bersetru dengan anasir anasir ghoibnya yang berkilatan
Tapi aku tak lagi mencari kemenangan melainkan keselarasan
Kugosok terus tubuhku dengan kata kata hingga berkilauan
Tanpa khawatir lagi menyerupai siapapun
Karna kemiripan adalah hukum kehidupan yang tak mungkin terelakkan

Tasikmalaya, 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Tarian Azimat

Selasa, 21 September 2010

Puisi Cinta Ijinkan

IJINKAN

-kepada NL

ijinkan aku jadi hurufr dalam sajak-sajakmu
seperti bening air mengalir ke sungai-sungai
ke parit-parit paling sakit
ke tanah-tanah jiwa paling resah
bila kemarau

ijinkan aku jadi huruf dalam sajak-sajakmu
seperti engkau menjadi ruh dalam hidupku
kasur bagi mimpi terpanjangku
sawah bagi padi-padi harapan
yang selalu akan kubajak dengan cinta

Tasikmalaya,2004

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Cinta Ijinkan

Puisi Pengantin Cahaya

PENGANTIN CAHAYA

kubakar hidupku dengan dzikir
setelah melewati sia-sia pengembaraan
seperti adam dan hawa yang resah
dalam perpisahan tergelapnya

kutuk siapa paling magrib
yang melempar sukmaku menjelma debu
sihir siapa paling masrik
yang menyulap hidup menjelma gurun

kubakar hidupku dengan dzikir
seperti halaj dan rummi
meninggalkan bumi yang sekarat dan sepi
melesat ke arasy tertinggi

jagat kulipat-lipat dalam purnama
ayat-ayat batu kucairkan dalam ruh
adalah peta paling keramat
bagi usia menuju kiblat

seperti halaj dan rummi
seperti adam dan hawa yang direstui
aku mabuk kepayang di ranjang ini
dalam hujan kesturi

Tasikmalaya, 2004

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Pengantin Cahaya

Sajak Sendiri

SAJAK SENDIRI

kembali aku menyisir jalan sunyi

mengelak dari rayuan pesta,dari jebakan cinta palsu
dari gairah matamu yang menawarkan bulan madu

ke langit terjauh aku terbangkan sukmaku
ke planet-planet gelap paling rahasia
ke dalam diri, ke rumah-rumah abadi

tasikmalaya,2004

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Sajak Sendiri

Puisi Sang Gembala

SANG GEMBALA

Hatiku seekor kuda liar
Yang meringkik di padang padang gusar
Di belantara kelam, di tengah cuaca yang mengancam
Kukendalikan langkahku sebelum taring musim
Membunuhnya dengan cekikkan
Sebelum jurang dendam, sebelum kebencian yang curam
Mengurungnya dalam sepi yang mencekam
Ke kebun kebun anggur, ke lahan lahan subur
Ke padang padang cinta kukendalikan tubuhku
Karena di sanalah hakikat hidup yang dirindukannya

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Sang Gembala

Puisi Lirik Cinta Sang Penyair

LIRIK CINTA SANG PENYAIR

Dari rahimnya yang sejati kau dilahirkan
Karena ia adalah ibumu,leluhur kehidupan
Hulu bagi sungai peradaban yang mengalir di tubuhmu
Yang begitu tulus dan gembira
Melepas setiap keberangkatanmu kapanpun juga

Sedang perjalanan langkahmu yang mengalun itu
Takan pernah keluar dari peta yang telah ditetapkan
Dan kau tak mungkin kuasa mengingkari gerak airnya
Hingga mencapai wujudmu yang sejati
Di muara sajak sajakmu

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Lirik Cinta Sang Penyair

Dari Khotbah Jum,ah

DARI KHOTBAH JUM’AH

Jalan terang mengalir dari kata katamu yang merdu
Membangun pagar pagar kepatuhan
Bagi setiap langkah yang diliarkan ke hutan hutan
Seratus taman bunga berjajar ke masa depan
Menanti ciuman bagi setiap cinta yang akan disandingkan
Rumah mewah bagi ribuan ruh
Yang merindukan tempat berteduh

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Dari Khotbah Jum,ah

Lirik Laut - Puisi cinta

LIRIK LAUT

Karena ombak maka laut jadi berarti
Tapi anginlah yang memaksa musim terus berganti

Di gelombang hatiku aku berenang dan menyelam
Mendulang garam dari deburnya yang diam

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Lirik Laut - Puisi cinta

Catatan Sepi 1

CATATAN SEPI SATU

Adakah jembatan paling kekal di hatimu
Selain ruas cinta yang akan mengantarmu
Ke menara itu
Maka pahamilah bahwa jalanan ke sana
Teramat dingin dan terjal
Sedang keraguan adalah duri duri perih
Yang akan melukai langkah kecilmu
Sekali lagi aku mengajakmu melengkapi perbekalan
Sebelum tubuhmu menggigil dirajam kesepian
Saat baju kesabaranmu tanggal satu persatu

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Catatan Sepi 1

Catatan Sepi 2

CATATAN SEPI DUA

Ingin kucuci helai helai kenangan buruk
Yang kutenun bersamamu, dunia
Sebelum senja tiba
Sebelum warna lain mencelupnya dengan musim pancaroba
Engkau di mana?
Sedang alamat yang kugenggam tak lagi mengenalmu
Bahkan jalan setapak ke pintu rumahmu
Padahal cahaya bulan telah kupinjam
Agar rindu yang kupintal menjelma kain pengantinku

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Catatan Sepi 2

Minggu, 19 September 2010

Puisi Sehabis Hujan

SEHABIS HUJAN

sehabis hujan dideraskan badai
tinggal engahan daun-daun
urat pohon meregang dalam dingin

sungai wajahnya dalam muram

langit masih diam
aku dalam diam
ada yang memandangku
diam-diam

oleh: Dharmadi

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Sehabis Hujan

Puisi Kemarau

KEMARAU

sungai ringgal serakan
batu pasir di dasarnya

sawah ladang tinggal retaknya

pohon jati tinggal batang dan
ranting kering kehilangan daun

kehidupan tinggal debu
dan hati tinggal perih lukanya

1994
oleh: Dharmadi

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Kemarau

Bulan Bulat Di Ranjang

BULAN BULAT DI RANJANG

bulan menyusup
ke kamar lewat lubang angin
jatuh di tengah ranjang
sprei berbunga-bunga
yang tidur menggeliat pelan

sorot biru mata kucing
di atas lemari pakaian
menghunjam memeta wilayah
terkaman

1994
oleh: Dharmadi

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Bulan Bulat Di Ranjang

Di Kuburan

DI KUBURAN

hanya bebauan daunan busuk
dan serak batuan
sekitar samara
rumputan menggeliat
angin mengaduh;

ruh siapa yang nyasar di sana
tempurungnya tersampar di ujung sepatu

1974
oleh: Dharmadi

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Di Kuburan

Kamis, 16 September 2010

Di Kantin Rosella - Puisi cinta

Di Kantin Rosella
-buat AE dan AH

#1

Secawan sajak kita tenggak
hingga lejarkan jiwa ke langit jingga
kemudian kita kupas berbagai metodologi
dan strategi, tentang revolusi yang belum lama meretas.

Dari sebatas tegur sapa yang serupa bulir mimpi
semasa melancong di serambi fatamorgana
keringat kita mewujud sesuap nasi ataupun kontribusi
karena takdir memantik segala selibut yang mengendap
di relung pengembara dewantara, memuara di kota laut utara,
lalu merenda benang sutera yang masih berserakan di pinggan rencana.



--dan sebatang puisi kita bakar hingga mengelun
bergumulgumul lalu membentuk gelembung
keselarasan terawang yang rumpang di awan tujuan.

Buih lamunan sempat sedakkan cerita
karena jalan berbeda untuk mengggapai bulan
merupa gelak binar tidak serasi di sempurna malam
ah, tak usah sunyi, yang penting menabur mawar
atau melati disetiap lajur ruang yang masih mengawang.

#2

Di meja persegi empat
berjejer botol sisa keringat
mengembun di beling gelora
meneteskan harapan untuk dijadikan telaga.

Kita lukis lengkunglengkung pikiran ke langit kejora
agar muara masingmasing tidak terlalu asing
ketika saat di lain waktu, tetap membawa sampan
yang kita kayuh selama menghilir ke lautan biru,
menuju ke muara, kemudian bertemu dan bercanda
ke samudera Ki Hajar Dewantara.


#3

Sebagai janji pintal intuisi
diantara ruang yang banjir muntahan angan
tanpa batas, menjadi lawatan paling memabukkan
selama pengembaraan. Bagaimana tidak, setiap liuk
kegamangan yang terkadang meremahkan ketegaran
menggelitik sukma yang panas dingin seperti pergantian musim

Serupa itu, mengingatkan perhelatan perundingan linggar jati
mendaulatkan negeri ini, atas kerja keras leluhur kita yang tulus
bela negara demi cucu cicitnya sebagai penerus bangsa

kita menjadi damai karena mereka
kita mennjadi merdeka karena mereka

lalu, apakah perbuatan kita setimpal dengan jiwanya?

Tak ada waktu lagi untuk hidup nikmat
sebelum Tuhan menyatakan kiamat
karena sejumput kerelaan serimpung ribuan generasi
akan menjunjung segala keterpurukan, yang kini sedang melanda negeri.

# 4

Bersamaan abu dan bara bergumul di asbak meja
perundingan kesepahaman tentang pergulatan kembara
yang diakhiri kidung magrib seorang mahasiswa
kita kibarkan menjadi panji kebangkitan kembali sefalsafah
pencetus sumpah pemuda. Karena, jelmaan pejuang yang wafat
selama penjajahan ”mati satu tumbuh seribu” adalah kita.

Cirebon, 18 Juni 2010
oleh: D. Dudu AR

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Di Kantin Rosella - Puisi cinta

Serambi Sajak - Puisi cinta

Serambi Sajak
Karya : D. Dudu AR

Dan, hening menghidangkan parasmu di pinggan lamunan
Sambil memangu tiadamu di selasar iga, kupangku dagu
Selama engkau bersolek di cermin mata. Lalu, kau berdendang
Bersama ketukan jari di pinggir irisan, terlanjur rindu memecah
Gelisah, agar engkau keluar, mendekap gigil yang gemulaian

Semakin lejar riak gelombang awan, bergumulgumul mengulum
Luruh berkepanjangan. Biarkan kubelah batas diseling sungai
Menjadi laut kedamaian yang sempat rimbun di ranting kegetiran
Selalu saja blangsak, ketika sajak kujadikan tampan temaram

Tasikmalaya, 11 Juni 2010


Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Serambi Sajak - Puisi cinta

Aku Takut - Puisi cinta

Aku Takut
Karya : D. Dudu AR

Aku tidak meracau ketika engkau menyaksikan matahari merona di parasku.
Aku tidak gila ketika engkau mengintip lejar tubuhku ke sambit bulan.
Aku hanya menculik perhatianmu sedari malam.
Sebab, setiap firasat melayat ke perangai yang tak biasa mengendap di gemulaimu,
menjalar ke detakdetak buncah hingga merajam degup malam sunah.
Aku takut engkau lenyap,
bersama bayu yang menghempaskan desah cumbu di lenjang leherku.

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Aku Takut - Puisi cinta

Selasa, 14 September 2010

Mak Ijah - Puisi cinta

Mak Ijah
Oleh : D. Dudu A. R.

[Awal]

Serunai angin dari sawah menggugah tenung naluri tua
Melentera kejora di kepala nanar, terbangun dari kasur lapuk
Demi dini hari, sambut bintang timur untuk mewudlu muka
Jemput waktu yang semakin sempit untuk bercumbu denganNya

Selaput mata kemuning; berjuang sesayup-sayup kehidupan di depan
Tak menjadi rintangan berarti untuk menjalani keadaan; tidak memihak.
Raga yang kian mengeriput, mengulit kerut, tetap tegar berjelaga di shubuh
Bernyanyi bersama panggilan Tuhan yang semakin rampak dilagukan


[Tengah]

Kebun, suluh dan gubuk adalah teman sejati
Begitu pula keseharian yang tidak mengenal harta melimpah
Meniup selongsong bara di hawu yang kumuh sebagai rutinitas
Hanya untuk menyajikan sarapan cucu-cucu tersayang

Berganti hari tak ada beda dengan hari kemarin
hanya mencari kayu untuk mendapatkan sesuap nasi saja
Itupun, kadang tidak sesuai dengan kebutuhan
Karena, semakin maju negeri ini adalah kesengsaraan

Betapa tidak, pepohonan rimbun disulap menjadi apartemen
Tanah perkebunan dimanipulasi pusat perbelanjaan mewah
Tidak berarti untuk Mak Ijah, karena ladangnya adalah alam
Baginya, pemimpin yang adil adalah bumi ini yang tercinta


[Akhir]

Tujuh dasawarsa ia bersahabat dengan kemiskinan
Menunggu senja yang berakhir kepiluan, karena renta.
Ketidakberdayaan merebahkan tubuhnya yang lemah
Menunggu mati adalah kawan, disetiap raungan ruang derita

Anaknya yang sempat pamit ke Malaysia, adalah harapan hampa
Karena surat terakhir yang diterima, adalah uang pinjaman tetangga
Semakin tidak terjaga ragiwa rimpuh yang tinggal belulang adanya
Bangku bambu penopang tidurnya, adalah teman setia di siang malam

Cucunya yang masih ada, tak mampu jua semaikan jerih payah
Karena, untuk menjadi 'orang' saat ini adalah khayalan di sayup bulan
kekecewaan yang seharusnya membunuh dirinya, tak mampu melukai kecintaan
Atas sayap-sayapnya yang masih mengepak, meskipun tak sekuat dahulu terbangkan cita

Melagukan kidung indah di sisa waktu, memilin jiwa rapuh yang memang peluh
Berpintal semangat yang kian redup, tak melentera di hati pejuang yang terpuruk
Tak pernah menyalahkan nasib, tak pernah menuntut hak, tak pernah meminta apapun
Dari pemerintah ataupun sebangsanya. Dia adalah dia yang tak kenal hak untuk dirinya

Kirana yang memijar di aura nyawanya kian gulita, pertanda dirinya akan segera kembali
Untuk pergi ke pangkuanNya, selamanya.
Satu-satunya harta adalah wasiat terakhir yang mendesis, berpetuah peribahasa;

”Wahai cucu-cucuku tercinta, pulangkan ibumu dari Malaysia!”

Dan setelah itu; ”Laa Ilaa Ha Illallah Muhammadarrasuulullaah”


Tasikmalaya, 21 Desember 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Mak Ijah - Puisi cinta

Ghadir Kum - Puisi cinta

Ghadir Khum
Oleh : D. Dudu A. R.

"Siapa yang sesungguhnya pendusta?"

Coba tela'aah referensi yang otentik
Coba buka mata hati
Coba bicara tanpa berkelit
Cobalah!!

Betapa sulitnya membuka tabir
Hanya karena alasan gengsi faham
Bagaimana bisa bersatu, jika banyak pertentangan?
Maka, sudilah semuanya dinginkan hati

Peristiwa ini kubaitkan, karena kerelaan
Peristiwa ini kusyairkan, karena kemegahan


Betapa tidak, sang Nabi memberi awlanya
Secara alami hanya untuk Ali a.s
Ini bukan aklamasi, tetapi hujjah bagiku
Jawaban dari Dia yang memberi hak kepada pilihanNya

Maaf.

Aku bukan sunni, syiah, sufi ataupun madzhab lainnya
Aku adalah aku yang merangkak karena ketidak berdayaan

Seperti nilai historis yang terkesan disengaja ditimbun rapi
Seperti kekuasaan yang mengendalikan sejarah kuasanya

Adakah yang mempedulikan tentang ini?
Tentang hakikat hirarki khalifah sebenarnya

Sudilah redamkan amarah yang berujung curiga
Marilah menggunakan hati jua fikir
Bukankah semua pertanyaan, sudah Dia sediakan jawabannya?
Buanglah dengki, benci jua permusuhan diantara kita


Sekali lagi!
Siapa pendusta sebenarnya?

Aku?
Kamu?
Kami?
Kita?

Simpan pertanyaan itu untuk di jawab oleh hati!

Tasikmalaya, 19 Desember 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Ghadir Kum - Puisi cinta

Kidung Minor - Puisi cinta

Kidung Minor
Oleh : D. Dudu A. R.

"Siapa yang harus aku ikuti?"


Begitulah setiap gemuruh membuat rusuh peluh
Di hati
Di jiwa
Di nyawa yang diselimuti keputus asaan


Telah banyak kekeliruan dari masa lampau
Yang akhirnya menjadi darah dalam daging
"Muslim", kata bibir yang mengaku mukmin
Berdustalah si dirinya, si diriku yang menulisinya.

Semenjak wasiat kekasihNya menjadi seperti aklamasi
Seolah pilihan sang Nabi tak digubris lagi pengikut sejati
Dimana lagi kebenaran, jika para penjaga Islam meributkan kekuasaan?
Dari situlah cermin perceraian keutuhan faham, menjadi bertaburan.

Selama pendewasaan perjalanan, terjadilah penyesatan arah
Karena satu-satunya titik yang aku jua kalian cari hanya ada satu
Maka jemeramilah yang menutupi kemanunggalan pemilik Al-Kitab lapuk
Menggapai muka halamanNya saja adalah anugerah, apalagi tersentuh.

Karena itu pula, pencarian ini harus mengorbankan demarah kalbu
Selama ini.


Aku hanya menyadari cucuran air mata ini hanyalah keminoran lagu.
Yang menjebakku seolah patuh kepada wasiat, nasehat, jua wahyu
Sewindu kini memuruk pengkajian yang tak berujung, masih ragu.
Marah selalu menjamah jua mengebiri kemantapan penemuan rerinduMu

Banyak yang telah menawariku berbagai faham
Namun, keraguan selalu memberiku jeda ketika itu
Pun, ada satu keyakinan yang tinggal kukuatkan
Hanya senandung-senandung minor yang menjebakku


Coba telisik kembali 'tangisanmu', sendukah? sedihkah?
Sama halnya, diriku merasakan itu, menjadi pilu menanah
Rasa terjebak dalam rerintihan para biduan sholawat, dzikir jua pengaji Qur'an
Semoga saja disetiap lembah langkah kali ini tak memuara keliru

Selibut Muharam, 17 Desember 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Kidung Minor - Puisi cinta

Pulau Kematian - Puisi cinta

Pulau Kematian
Oleh : D. Dudu A. R.

Regam, bergumam tak berdaya antara bumi dan langit kini adanya

Lirih, lalu lantang pesakitan meradang ruang
Merenda kepiluan di terjal detak waktu
Kini antara jasad dan nyawa berkecamuk perang
Betapa sakit bak tusukan tiga ratus pedang

Menatap rupa-rupa yang dicintai menghampiri.
Ingin hendak berkata “Sakit ini masih tersisa selepas kematianku nanti!”
Menangisi setiap helaan yang tersendat-sendat
Mengisaki sesak yang terasa mendedak jiwa

Saat tujuh puluh dua macam tipuan syaitan

Jelaslah Iblis yang mendatangi, mendekap engap
bersapa murtad.
Padahal senandung Yaasin terlantun diantara keringat
Berulang kali hantarkan lagu bergantian, dari biduan tuan.

Tak ada waktu lagi untuk mengelak dari sakaratal
Malaikat maut melenggang;
Berkulit legam, berbau busuk, berupa menyeramkan
Ibrahim a.s saja pingsan memandangnya, tak kuasa.

Segala cambukan memaksa nyawa keluar dari tubuh
Menghinakan sehina kelakuan semasa jasad kekar
Tak ada lagi saat yang meregangkan sedahsyat kini
Menjemput hunian abadi menunggu hisab Illahi

Percuma terucap Bila; Andai; Jika; Kalau.
Karena, waktu telah ditentukan sebelum datang
kematian menjemput di Lawkh Mahfudz
Tidak, tidak, tidak, tidak, tidak, tidaaaaak!!!!!!

Lautan alam tak cukup lepaskan jerat dahaga, kini.
Sempit menghimpit tujuh langit sendatkan hembusan

Hujan air mata banjirkan gulana tak henti menjerat asa
Pikulmu tak mampu lagi selamatkan diri, saat ini.
Karena inilah hari itu, tak terduga datang bertamu
Mengembalikan Haq kepada Sang Haq, tak terpungkiri lagi.

Sungguh rugi ini waktu, mengakhiri umur tak berbaju
Melepas sombong di lain hari, tat kala lupa adalah kebiasaan.
Bila tak berbekal sejuta kebaikan isak kekallah menangisi keadaan
pula sukar berujar; Laa Ilaa Ha Illallah, Muhammadarrasuulullaah.

Isla de Muerta; Pulau Kematian.

Menunggu kita semua, semua kita
--------------------------------------------

Tasikmalaya, 3 Desember 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Pulau Kematian - Puisi cinta

Kidung Isteri Jelita - Puisi cinta

Kidung Isteri Jelita
Oleh : D. Dudu A. R.

Paras tak berbedak selalu dedakan nafas puja
Memandang anggunmu bak mereguk seembun air
Di padang gersang.
Belalakkan mata menakjubi Hawa Sang Kuasa

Tak ‘kan mampu mutiara pun berkata
Atas kartikamu beraura di mata berkaca
Sungguhlah anugerah tiada tara, jelitamu.
Menjelajah jiwa dalam kembara

Sayu mata di dinding lukisan meneduh gundah
Menatap ayu kepadaku, yang melirik syahdu.
Seolah menggenggam gumpalan rindu
Menswakarsa tulus, berpulas elus kesejatian

Seraya tasbih menjamah kalbu, terbujur luruh.
Mengingat. Ragiwa syukuri makhluk tercipta
Berufuk elok di segala mata angin tak bersudut arah
Barat, Timur, Utara, Selatan samalah aku kira berselibut pesona

Menggerayangi mega, menguning langsat di senja
Di bola matamu yang bilau nan berpipi mengilau
Sekiranya cerahmu ini adalah samudera arctic
Sudilah aku menjelajahi lautan yang berbahaya fanatik

Harum bunga melati yang ranum di dada
Mewangikan gelora mendegup jantung tak berjeda
Merayu puji untukmu, wahai purnama rembulan
Berbuah kasih, merelakan diri menjatuhkan raga
Di mulus tubuhmu yang mawar hingga bercumbu lillah.

Meski waktu adalah jarak
Meski langit adalah batas
Meski ubun-ubun menungku bara
Kurelakan kau tak menggugah disetiap mimpi menjarah

Desir-desir puisilah yang bisa kutenun
Menyelimuti lelapmu gantikan peluk selayaknya.
Menhangat renung bila terbangunkan mimpi, berharap ada.
Ketika ternyata di sampingmu hanyalah guling sahaja

Pun begitu, aku.

Aku, kau kini adalah tenung terjal yang rapat
Tanpa lelah menanti kabarNya, tentang kita.
Untuk disandingkan sebagai pasutri sejati
Disetiap kosong, sepi, sendiri, jua dahaga patri

Harap ini tak lebih hidangan di selasar senja
Untukmu dan aku, yang mematamorganakan angka satu
Sebuah nilai padu tat kala jiwa-jiwa rapuh merindu pilu
Ketika Batas ribuan sungai masih membelah jarak adanya kau dan aku.
Seperti kini.

Dawaikanlah kidung-kidung damai,
Taburkan melati, mawar yang kau, aku pun menikmati.
Meski berpapasan empat belas hari sekali,
Sudilah tengadahkan kerelaan di tangan lembutmu


Tasikmalaya, 1 Desember 2009

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Kidung Isteri Jelita - Puisi cinta

Rabu, 08 September 2010

Bercak - Puisi cinta

 Bercak

Buncah pena yang kau siratkan di dinding langit
Remahkan tulang dada hingga remuk
Lalu menampar jantung sampai menggelepar
Dan, riak berlinang di mata


Aku tak sengaja
Ketika menelusur
Di tanah lembek
Di guyur hujan
Selibut mendadak akut
Membaca segumpal tanah liat
Yang gelap


Mataku dijamah angin
Terpeleset di ubin licin
Kemudian menela’ah isimu
Dalam kubangan keruh
Maaf! Aku larut.

: saat semburat kilat menampar

2010
oleh: D.Dudu AR

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Bercak - Puisi cinta

Tidurlah - Puisi cinta

Tidurlah!
Karya : D. Dudu AR

Jangan salahkan namaku melayang-layang berupa kelangkang,
ketika matamu susah mengatup di setiap malam.
Jika itu membuatmu tidak tenang,
basuhlah mukamu dengan mata air kenang,
seperti saat menyusur taman harapan yang membuatmu masih terngiang tentang serambi langit di setiap senja, meskipun siluet itu merupa desir mimpi di engkau sekarang.
Tidurlah!

2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Tidurlah - Puisi cinta

Selasa, 07 September 2010

Sajak Katarsis - Puisi cinta

Sajak Katarsis

Karya : D. Dudu AR

Badai memang tak pernah bertamu
mengucap salam atau megetuk pintu
dengan angkuh, duduk seronok sambil komat-kamit
semburkan naluri penghadang yang radang

Begitu juga selibut, mengendap di setiap labirin
rongga yang himpit sebagai satu-satunya selasar sadar
yang tersisa sepetak galengan* sawah si tuan remah

Serasa waktu tinggal sejumput rindu, yang mungkin tersentuh
atau justeru melepuh di didih taman yang gersang kedamaian

Serupa serimpung redup disetiap lekuk kembara
melengkung jejakjejak pengembara
memilin sebotol nafas di lenjang paling tinggi
mengikat kuat sampai berkecipak dari buih telaga
ke ombak laut utara.

Tasikmalaya, 15 Juni 2010

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Sajak Katarsis - Puisi cinta

Adinda - Puisi cinta

A D I N D A

merajuk hati selimut daun semanggi pagi hari
hujan basah tak jadi aku berangkat hari ini
lihatlah binar mataku
di sana kau bisa hitung detak jantungku memburu
begitu indah samsara tanpa bicara

dik, hari ini tak bermain katakata
sebab bibirku telah lama tak bergincu
kupukupu dan kumbang tak lagi berseteru
beledru awan menyiapkan hujan petang nanti
sebentar saja aku menanti
agar kau tak iri hati

dik, rekahkan bibirmu lalu sungging di pelaminanmu sendiri
pada tilam di mana engkau sarungkan rindu
agar malammu tak lagi cemburu
sebab aku tak sedang menghitung waktu

dik, jangan bicara asmara
sebab di tanganku penuh aksara
samasama kita baca
tidakkah hanya itu yang kita punya

tangerang 03092010
oleh: Erry Amanda

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Adinda - Puisi cinta

Jika Ini Ramadhan Terakhirku

JIKA KU TAHU INI RAMADHAN TERAKHIRKU
(terinspirasi oleh: Wahid Noegroho)

jika ku tahu ini ramadhan terakhirku

aku tidak akan merasa langit menjadi kelam
bulan, bintang, biru langit berubah jadi kuburan kenang
lantas aku letakkan sepotong hati dibalai-balai
di atas nampan rupawan agar setiap petandang duka meradang
oh tidak tuan
aku tak hidup dalam bayang keindahan yang tak hendak dituntaskan
sebab mulut dan jiwaku tak pernah berseteru
lisan menguntai merjan cakapan
menderu-deru muara qolbu

jika ku tahu ini ramadhan terakhirku

haruskah menggelar lautan sajadah samudra do’a penghantar
berjuta lintasan cahaya silangan rasa dan perjalanan yang hendak dikuduskan
langit bermandikan wewangian bunga-bunga dunia
membagikan sedekah barokah sambil keliling negeri tanpa alas kaki
menyeret sorban pakaian tanpa jahitan
menapaki maqom-maqom berurai air mata sesal
memotret diri di atas lembar stiker tawadu’
ijinkan aku menggeleng

jika ku tahu ini ramadhan terakhirku

aku tetap seperti saat aku tak tahu kapan matiku
aku akan biasa-biasa saja
melakukan apa yang seharusnya aku lakukan
tidak akan memaksakan yang tak aku mampu
sebab catatan tak akan hilang hanya karena pameran
lukisan pura-pura seharian
sambil propaganda kesholehan

tanpa aku harus tahu ujung akhir jalanku
aku tetap memperindah jalan kesadaranku
agar berserahku adalah ikhlasku
tak berdebu nafsu


Tangerang 31Agustus2010
oleh: Erry Amanda

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Jika Ini Ramadhan Terakhirku

Jika Waktuku Tiba - Puisi cinta

JIKA WAKTUKU TIBA

jika waktuku tiba
hantar aku dengan suka cita
atas kelahiran baru menjemput janji nir fana
jika pun airmata menggenang
ia adalah suka cita
tanpa taburan bunga
pada bayi di atas belanga tuntasan
perjalanan demi perjalanan

jika waktuku tiba
masih saja halaman rumah teras kamar adab dan keberadabanku
lusuh berdebu
sapulah yang ikut menempel di rahim silaturahim
bersihkan noda bias dari kejalangan tingkah manusiaku
semaikan sedikit tanaman yang mungkin tertinggalkan
sebab itu bukan milikku
kecuali milik mukiman

jika waktuku tiba
bukankah amalan telah dituntaskan
pada teguhan kesebentaran bincangan kebersamaan
maka tuntaskan semua bilangan
jangan dipertentangkan
sebab potret di dinding adalahkenangan
bukan hiasan

Tangerang 2 sept 2010
oleh: Erry Amanda

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Jika Waktuku Tiba - Puisi cinta

Kabut Terang Tanah - Puisi cinta

KABUT TERANG TANAH
kepada pemeluk teguh

malam meninggalkan jejak suarasuara surau, langgar, sudutsudut hening
alam yang menyaring tepian rasa ikatan jiwa
melarung segala pertikaian peradaban purbani
manusiawi

gema terompah perjalanan membangun samudera airmata
menggenang di seluruh tanah cengkar lembah mukiman
tak sekadar kesementaraan
lembah pergumulan

fajar melingkup ketetapan jarak antara pembeda
kabutkabut dini hari membangkitkan sukacita
berarak tanpa pilahan mikiman
antara kesadaran atau penafian rahmatan
atau gugusan pengingkaran
anakanak jaman yang terseret di lobang tanah perdikan
langkah bergegas menganyam harap jejakjejak moyang

rekah aurora pelangi nirkala
masih tertangkap bening cahaya bagaskara
di sana aku letakkan segala cuaca
agar aku tak sangsi karena aku masih bisa bercinta
memainkan bianglala
seperti bocah kecil polos tanpa hiba
berjalan di titian yang selalu terasa tak cukup bekal
dan aku merasa telah tercukupkan

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Kabut Terang Tanah - Puisi cinta

Minggu, 05 September 2010

Ketika Angin Lewat

 ketika angin lewat

hanya angin lewat, anakku
hanya angin lewat tiap hari
di antara kita
tak ada dinding tak ada pohon tak ada bangunan
hanya angin lewat - membuat nafas sesak
ia bawa berita tanah bergerak, bercelah, berguguran
melahap segala

“Kabar ayah, Mak?
“Bukan!” angin menjawab
“Kabar kakak?”
“Bukan!!”
“Kabar keluarga kita?”
“Bukan, bukan!!!”
“Kabar…?”
segala kabar, anakku ya segala kabar
terus terdengar berputar-putar
mengiang-ngiang
menyebar ke penjuru semesta

tak perlu kau tutup telinga, anakku
lebih baik secarik kain itu untuk penutup aurat

ya, segala tabir bakal terbuka
kesombongan, kepalsuan, kebohongan,
janji-janji penyakit hati
lidah tak bertulang :
manipulasi dikatakan nakal
korupsi disebut keteledoran administrasi
kalah dibilang penghitungan salah
aib dipelihara
urat malu terbiasa pura-pura

biarkan lewat, biarkan
itu cuma kabar dibawa angin
pakailah kainmu agar tak merasuk ke pori-pori kulit, dinding aorta,
agar tak ke sanubari
bertemu nurani
agar

ketika angin lewat, anakku
sabarlah
mari kumpulkan kekuatan dalam doa
: bangkit


Maret 2005
oleh: Uki Bayu Sedjati

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Ketika Angin Lewat

Debu Di Sajadahku - Puisi Islami

debu di sajadahku

(alunan monggang bunyi satu-satu....ning nong ning..)
menjelajah jejak masa kecil :
yudonegaran, plengkung, bioskop Ratih
batubata berlumut di rengkahan tembok
julur-julur akar menggantung-gantung harapan
wringin kurung – sejoli - tak sampai,
rerumputan kering
yogya berpasir matahari menyengat
di ujung kenangan kubah menjulang
kutujukan langkah
memintas alun-alun ke satu arah

sejuk, kaki mencelup air
wadag dan wajah di bening kolam bergerak-gerak
pilar-pilar yang pernah kusentuh warnanya kusam
berbaur warna-warni pakaian jamaah pelosok negeri

(terlena di beranda masjidMu,
mestikah ijin menjenguk mihrab,
dan masihkah sujud Kau terima
sedangkan debu di sajadah tak mampu kuseka)

sementara di pelataran
marbot tua tertatih-tatih setia menyapu
bayang-bayangnya sendiri
begitu banyak yang belum terjamah meski tiap hari ada dakwah

(alunan monggang satu-satu.....ning nong
ning..)

gema itu lindap ditingkah pesta sekaten
ketipak kuda menggeret andong
jamaah menyulap lampu-lampu
musik menilap doa-doa
jadi remah di tembolok ingkung, jadi rebutan
jadi kerikil berhamburan
semangatku terbang mencari-cari

(alunan monggang satu-satu : ning nong ning..)

gung..

dalam qalbu
dalam sujud aku bukan apa bukan siapa
aku tak ada
lebur menyatu
cuma
:debu

Yogya, 2004
oleh: Uki Bayu Sedjati

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Debu Di Sajadahku - Puisi Islami

Dari Balik Kamera

DARI BALIK KAMERA

dalam gelap ada tembang ngelangut melayang
mengiris dendam menggeliat sebar isyarat,
perempuan tua menari lambat

di antara bunyi kenong sempilan gamelan lokananta,
bunyi angklung da mi na ti la…dari balik pebukitan
bunyi rebana gemeretak lafazkan salawat nabi
dan kentringan ukulele pengamen jalanan

di remang jembatan ada suara menyanyi, kadang keras
kadang serak, tiga potongan lagu diulang-ulang
seperti kaset rusak

: kagumku melihatnya sinar nan perwira…
selamat tinggal kekasih gelapku…
imagine all the people...

sinar merkuri nyalanya redup membentuk siluet
tubuh-tubuh berjalan gontai acungan tinjunya lunglai
tatapan mata kosong, kepala menggeleng, jari-jemari
coba menangkap bayangannya sendiri

perempuan tua terus menari, bunyi-bunyian terus berbunyi
nyanyian terus menyanyi,
bergantian bersahutan
seperti simponi

(: ya Tuhan,
mereka hadir dalam mimpi kita)

Pamulang, akhir Ramadhan 2003.
oleh: Uki Bayu Sedjati

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Dari Balik Kamera

Sajak-Sajak Kalbu

 Sajak-sajak Qalbu

(O)


awan di alam raya
wujudnya ada
tak teraba

yang hidup di alam fana
wujud ada
juga teraba

yang tak ada wujud
tak teraba
kerna senyawa dalam ruh
IA

(1)

kalau aku menyebut Tuhan
begitu banyak saingan
yang dipertuhankan
yang mempertuhankan
juga menuhankan diri

ada bisik: maka teruslah mencoba
lafaz seia sekata, hanya:
llailahailallah…

(*)
oleh: Uki Bayu Sedjati

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Sajak-Sajak Kalbu

Jumat, 03 September 2010

Puisi Idul Fitri

Ketika Tiba Hari Yang fitri - Puisi Idul Fitri 2010

Krtika berkilau embun pagi
Dan merekah sinar mentari
Satu kupinta kepada ilaahi
Semoga jiwa kembali suci
Selamat Hari Raya Idul Fitri

Ketika ramadhan telah lepas
Tiada dzikir yang lebih pantas
Selain takbir bagi pemilik ‘Arsy.

Ketika takbir telah bergema
Tiada yang lebih bermakna
Selain pintu maaf yang dibuka.
Selamat lebaran, semoga diterima amalan,
yang ikhlas dilakukan, selama Ramadhan.

 oleh: Al Habib

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Idul Fitri

Puisi Lebaran

Fajar 10 terakhir - Puisi Lebaran

Ku tatapi merah biru langit yg bisu,
Akhir fajar Ramadhan nan ayu.
Banyak ungkapan hati tlah didapati,
buah madrasah i'tikafiy di bulan suci.
Meluap dan tak rela terpendam,
dan kemudianpun aku bergumam...
"selamat tinggal wahai ramadhan...
Akankah Rabb-mu mempertemukan kita kembali.
Selamat jalan malam-malam yg mulia...
Perkenankan ku tuk mengingat kemesraan kita.
Disini kutulis janjimu, menungu.
walau sebelas bulan ku sabar termangu..."

oleh: windi iskandar

Salam puisi cinta....
Baca Selengkapnya - Puisi Lebaran