Kamis, 16 September 2010

Di Kantin Rosella - Puisi cinta

Di Kantin Rosella
-buat AE dan AH

#1

Secawan sajak kita tenggak
hingga lejarkan jiwa ke langit jingga
kemudian kita kupas berbagai metodologi
dan strategi, tentang revolusi yang belum lama meretas.

Dari sebatas tegur sapa yang serupa bulir mimpi
semasa melancong di serambi fatamorgana
keringat kita mewujud sesuap nasi ataupun kontribusi
karena takdir memantik segala selibut yang mengendap
di relung pengembara dewantara, memuara di kota laut utara,
lalu merenda benang sutera yang masih berserakan di pinggan rencana.



--dan sebatang puisi kita bakar hingga mengelun
bergumulgumul lalu membentuk gelembung
keselarasan terawang yang rumpang di awan tujuan.

Buih lamunan sempat sedakkan cerita
karena jalan berbeda untuk mengggapai bulan
merupa gelak binar tidak serasi di sempurna malam
ah, tak usah sunyi, yang penting menabur mawar
atau melati disetiap lajur ruang yang masih mengawang.

#2

Di meja persegi empat
berjejer botol sisa keringat
mengembun di beling gelora
meneteskan harapan untuk dijadikan telaga.

Kita lukis lengkunglengkung pikiran ke langit kejora
agar muara masingmasing tidak terlalu asing
ketika saat di lain waktu, tetap membawa sampan
yang kita kayuh selama menghilir ke lautan biru,
menuju ke muara, kemudian bertemu dan bercanda
ke samudera Ki Hajar Dewantara.


#3

Sebagai janji pintal intuisi
diantara ruang yang banjir muntahan angan
tanpa batas, menjadi lawatan paling memabukkan
selama pengembaraan. Bagaimana tidak, setiap liuk
kegamangan yang terkadang meremahkan ketegaran
menggelitik sukma yang panas dingin seperti pergantian musim

Serupa itu, mengingatkan perhelatan perundingan linggar jati
mendaulatkan negeri ini, atas kerja keras leluhur kita yang tulus
bela negara demi cucu cicitnya sebagai penerus bangsa

kita menjadi damai karena mereka
kita mennjadi merdeka karena mereka

lalu, apakah perbuatan kita setimpal dengan jiwanya?

Tak ada waktu lagi untuk hidup nikmat
sebelum Tuhan menyatakan kiamat
karena sejumput kerelaan serimpung ribuan generasi
akan menjunjung segala keterpurukan, yang kini sedang melanda negeri.

# 4

Bersamaan abu dan bara bergumul di asbak meja
perundingan kesepahaman tentang pergulatan kembara
yang diakhiri kidung magrib seorang mahasiswa
kita kibarkan menjadi panji kebangkitan kembali sefalsafah
pencetus sumpah pemuda. Karena, jelmaan pejuang yang wafat
selama penjajahan ”mati satu tumbuh seribu” adalah kita.

Cirebon, 18 Juni 2010
oleh: D. Dudu AR

Salam puisi cinta....

Tidak ada komentar:

Posting Komentar